Membukukan Hasil Tulisan Anak

 
Apabila anak sudah memiliki banyak koleksi tulisan, atau volume tulisannya cukup panjang, maka inilah saatnya untuk membukukan karya tersebut. “Punya buku akan sangat membanggakan, karena buku memiliki bentuk fisik yang nyata, dan ini murni miliknya, berbeda dengan bila tulisan dimuat di majalah,” ujar Amelia, psikolog anak sekaligus art therapist dan writing coach.

Selain itu, berhasil menyusun buku juga memiliki semacam gengsi yang bisa mendongkrak kepercayaan diri anak, karena prosesnya lebih kompleks, memerlukan waktu, juga komitmen jangka panjang. Setelah dicetak menjadi buku, jangkauan penyebaran tulisan pun jadi lebih luas. Tentunya, ini akan menimbulkan kebahagiaan tersendiri, karena cerita dan informasi yang ditulis anak, bisa dibaca banyak orang. Menurut Nadiah, mama Hana (11) banyak pengaruh positif didapatkan anaknya dari menulis dan menerbitkan buku. Di antaranya adalah tanggung jawab pada deadline penulisan bukunya.

Dalam hal menerbitkan buku, ada dua pilihan yang bisa diambil orang tua. Yaitu, mengirimkan naskah kepada penerbit, atau mencetak sendiri dan menerbitkannya secara terbatas. Jika ingin mengirimkan naskah kepada penerbit, sebaiknya pastikan dulu persyaratan dan tata caranya, karena setiap penerbit memiliki aturan sendiri-sendiri. Informasi-informasi tersebut dapat juga ditemukan lewat internet.

“Bahkan manfaatnya tidak berhenti hingga saat buku terbit. Setelahnya, anak bisa melatih public speaking pada saat mengadakan acara bedah buku. Anak juga belajar konsep wirausaha, misalnya dengan meminta anak menetapkan harga dan memasarkan bukunya sendiri, seperti yang kami lakukan di writing club,” jelas Amelia.

Buku berjenis antologi (kumpulan tulisan dari beberapa penulis) dapat dijadikan pilihan, bila jumlah tulisan anak kurang mencukupi untuk satu buku. Gabungkan saja dengan tulisan kawan-kawannya, asalkan memiliki benang merah yang sama.

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia