7 Langkah Lindungi Anak dari Bullying
Bullying atau perundungan hadir dalam berbagai bentuk, baik itu berupa ujaran verbal, tindakan fisik, hingga pengucilan. Bullying atau perundungan yang terus menerus memiliki dampak yang sangat buruk. Anak-anak yang menjadi korbannya bisa kehilangan konsep diri serta kepercayaan dirinya.
Hanlie Muliani, M.Psi, psikolog klinis pendiri Sahabat Orangtua & Anak yang merupakan aktivis pencegahan perundungan mengatakan bahwa dampak perundungan tidak bisa hilang dengan sendirinya dan akan menjadi menahun bila tidak mendapat penanganan yang tepat. Anak-anak yang menerima perundungan, umumnya merasa sendirian. “Dampaknya mereka bisa depresi,” ujar Hanlie.
Untuk itu, Hanlie mengatakan bahwa sangat penting bagi orang tua untuk mengambil bagian dalam mekanisme preventif agar anak-anaknya tidak menjadi korban perundungan. Psikolog lulusan Universitas Indonesia ini menyarankan beberapa langkah membekali anak agar bully-proof:
1. Ajarkan Berani Berkata “Tidak”
Ajarkan anak untuk selalu berani berkata “Tidak” saat ada perlakuan dan perkataan teman yang membuatnya tidak nyaman. Memang tidak mudah untuk memunculkan keberanian tersebut. “Sering kali, saat sudah menjadi target bully, anak-anak jadi overthinking dan punya pemikiran salah bahwa mereka memang pantas diperlakukan begitu,” tutur Hanlie. Oleh karenanya, tugas orang tua adalah selalu mengingatkan mengenai apa yang pantas mereka terima dari temannya dan apa yang tidak pantas. Dengan begitu, mereka akan punya kebiasaan untuk selalu berani menolak saat mendapatkan perlakuan yang menurutnya tidak baik.
Baca juga: Hindari Dua Hal Ini Saat Anak Jadi Korban Bully
2. Latih Bersikap Asertif
Tumbuhkan anak dalam lingkungan terbuka di mana mereka bisa mengomunikasikan pikiran dan perasaannya. Sikap asertif yang seperti ini akan menjaga mereka dari perundungan berkelanjutan. Mereka bisa menyampaikan keberatannya ketika ada teman yang menunjukkan perkataan atau perlakuan yang mengarah pada indikasi perundungan.
Menurut Hanlie, anak-anak yang asertif akan bisa berdiri untuk menyelesaikan masalahnya. “Mereka bisa menanyakan, ‘Kamu kenapa berbuat seperti itu padaku? Apa kesalahanku yang membuat kamu begini?” contoh Hanlie. Selain itu, dengan terbiasa bersikap asertif, mereka juga akan bisa segera menyampaikan masalahnya dan meminta bantuan kepada orang lain seperti orang tua atau guru di sekolah.
3. Bantu Anak Mencintai Diri Sendiri
Selalu latih dan bantu anak untuk menerima dirinya sendiri. Tumbuhkan rasa percaya diri anak. Ini akan membantu mereka menemukan konsep dirinya dan lebih kebal terhadap perundungan yang menciderai harga diri mereka.
4. Jangan Remehkan Ceritanya
Hanlie menyarankan agar orang tua jangan sampai meremehkan cerita anak. Terlebih bila mereka menyampaikan bahwa ada sesuatu yang membuatnya terganggu di sekolah. Saat orang tua menganggap bahwa apa yang dialami anak adalah masalah sepele dan tidak serius, maka anak-anak akan kapok bercerita. Selain itu, hal ini bisa semakin menjadi validasi bagi anak-anak bahwa mereka pantas diperlakukan buruk oleh orang lain.
5. Fondasi Hubungan yang Kuat
Selalu bangun fondasi hubungan orang tua-anak yang kuat. Pahami kebutuhan anak dan selalu ada di sisi anak untuk memberi mereka masukan dan dukungan. Buat mereka merasa selalu dicintai. Dengan begini, mereka akan yakin bahwa ada orang-orang yang tulus mendukungnya.
Baca juga: Banyak Cara Menciptakan Bonding Berkualitas dengan Anak. Bagaimana, Ya?
6. Kembangkan Keterampilan Sosialnya
Beri ia keterampilan dasar untuk bersosialisasi dengan baik. Sediakan ruang seluas-luasnya baginya untuk berinteraksi dengan orang lain. Ajarkan bagaimana cara berkenalan, menjalin pertemanan, menyampaikan pendapat agar tidak menyakiti orang lain, dan lain sebagainya. Anak-anak dengan keterampilan sosial yang baik akan lebih terlindungi dari perundungan.
7. Dampingi Penggunaan Internet
“Bullying zaman sekarang jauh lebih kompleks dan menakutkan daripada bullying yang terjadi di zaman kita,” ujar Hanlie. Hal ini diungkapkan Hanlie karena melihat perkembangan teknologi dan media sosial di mana akan lebih banyak ruang-ruang bagi perundungan untuk bisa tumbuh. “Kalau zaman dulu, bully hanya bisa terjadi di sekolah. Sepulang sekolah, korban bisa lega dan merasa lebih aman. Kalau sekarang tidak begitu, pelaku bisa saja mengirim teks ke korban di luar jam sekolah atau bisa disebut cyber bullying. Bully terjadi makin intens,” paparnya.
Oleh karenanya Hanlie menyarankan agar orang tua terus mendampingi penggunaan internet. Ajarkan etika menggunakan internet yang baik seperti hanya terhubung dengan orang-orang yang dikenal, tidak mengunggah foto atau kalimat yang kemungkinan bisa diedit dan disebarkan secara tidak bertanggung jawab, dan selalu menjaga privasi.
Baca juga:
Instagram Anti Bully
Anak Jadi Pelaku Bullying, Ini Sebabnya
Cegah Bullying pada Anak Autis, Sekolah dan Orang Tua Perlu Lakukan Ini
Cara Ini Bisa Bantu Anak Atasi Bullying
LELA LATIFA
FOTO: FREEPIK
Topic
#usiasekolah #parenting #stopbullying #harianaknasional2022 #anakterlindungiindonesiamaju