Biarkan Anak Kembar Berbeda
Membesarkan anak kembar pada dasarnya sama dengan membesarkan anak yang bukan kembar. Namun, ada beberapa hal yang membuat anak kembar menjadi istimewa. Kemiripan mereka sering menimbulkan rasa gemas, tak hanya pada si ibu, tetapi pada siapa pun yang melihat. Lontaran seperti, “Aduh, lucunya. Kembar, ya, Bu, anaknya? Duh, pengen, deh, punya anak kembar,” sering terdengar. Tak heran, mereka yang memiliki anak kembar gemar mendadani si kembar dengan pakaian yang persis sama. Bukan hanya pakaian dan penampilan, seperti potongan rambut yang sama, bahkan segala bentuk kepemilikan si kembar selalu diusahakan sama. Piring makan yang sama, gelas dengan bentuk yang sama, tas ransel sekolah serupa, mainan harus persis sama, dan berbagai hal lain.
Psikolog Nessi Purnomo menyarankan orang tua yang memiliki anak kembar sebaiknya menahan diri untuk tidak selalu memberikan perlakuan yang sama kepada si kembar. “Sebetulnya, kan, yang sama itu hanya casing-nya, sebagai pribadi, mereka tetap berbeda. Sehingga, tidak perlu lah diseragamkan karena mereka memang berbeda,” ujarnya. Lebih jauh, Nessi itu menjelaskan, dengan membiasakan anak kembar selalu tampil seragam, mereka bisa salah tangkap dan menganggap harus selalu sama dalam berbagai hal, termasuk dalam pencapaian prestasi. “Karena setiap hari selalu tampil sama, ketika mereka dihadapkan kepada hal yang berbeda, misalnya perolehan nilai di sekolah, mereka merasa ada yang salah,” jelasnya.
Nessi menekankan pentingnya orang tua menonjolkan perbedaan antara si kembar, merayakan perbedaan mereka, termasuk dalam hal-hal kecil, seperti berpakaian. Tampilan berbeda bisa mempermudah si kembar memahami bahwa walaupun mereka memiliki fisik yang hampir sama, mereka bisa berbeda dalam banyak hal. Pendekatan cara itu bisa membantu Mama menjelaskan si kembar mengapa prestasi belajar mereka pun tak selalu harus sama. Meskipun demikian, Mama yang senang mendadani anak kembarnya tentu tak perlu kecil hati.
Bukan berarti, tak boleh menyeragamkan baju si kembar, atau memberikan tas ransel yang serupa. Jangankan untuk anak kembar yang jelas-jelas memiliki kemiripan fisik, untuk kakak adik yang berbeda umur pun sangat umum memakaikan baju serupa, kadang hanya dibedakan oleh warna. Yang penting, tidak melulu membuat si kembar selalu tampil sama persis, atau selalu harus memiliki benda-benda yang sama, sehingga terbentuk pemahaman yang salah bahwa sebagai anak kembar, mereka selalu harus sama dalam segala hal.
Selain itu, kompetisi anak kembar atau antar kakak-beradik sebenarnya hal yang umum, bukan hanya pada anak kembar. Bedanya, pada anak kembar, kompetisi lebih terasa karena persaingan dimulai bersamaan sejak masih bayi – dari saat menyusui, hingga saat mendapatkan mainan pertama. Kompetisi itu menyebabkan seringnya terjadi pertengkaran antara si anak kembar. Bila dibiarkan tanpa resolusi yang baik, di masa depan bisa berubah menjadi perasaan iri yang berlebihan. Misalnya, “Si A punya rumah bagus, kenapa saya tidak?”
Perasaan iri semacam itu bisa menyebabkan kemarahan dan insecurity. Pada usia anak sekolah, kompetisi biasanya ditandai dengan keinginan meraih prestasi tertinggi, baik di bidang akademis atau bidang lain, seperti olahraga. “Perasaan kompetitif seorang anak berbeda-beda. Ada anak yang sangat kompetitif, dia merasa harus setidaknya sama dengan yang lain. Ada juga anak yang – kalau istilah anak-anak sekarang ‘woles’ – artinya santai saja. Ini juga terjadi pada si kembar,” ujar Nessi.
Bila hal itu sudah terjadi, arahkan si kembar agar tak merasa selalu harus menyamai prestasi satu sama lain. Orang tua perlu menekankan bahwa setiap anak itu unik. Jadi kalau nilai si A lebih bagus daripada si B, tak perlu terlalu dipermasalahkan. Nessi menyarankan, Mama bisa bilang, “Kembaran kamu nilai matematikanya lebih bagus. Kalau kamu mau mengejar nilai yang sama bagusnya, silakan. Tetapi kalau kamu sudah berusaha keras dan merasa tak mampu menyamai, jangan berkecil hati. Kamu punya kelebihan dalam hal lain, kejar saja di situ. Karena biarpun kembar, kalian masing-masing punya kelebihan dan kekurangan yang berbeda.”
Nah, yang mungkin sulit untuk Mama hindari adalah penilaian orang luar yang sering membanding-bandingkan si kembar. Komentar seperti, “Lho, kamu saudara kembar si A, toh. Dia hebat, ya, berprestasi sekali di sekolah.” Penilaian-penilaian dan komentar seperti itu tak bisa dikontrol. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan Mama adalah terus-menerus memberi pengertian tentang perbedaan anak yang satu dari yang lain. “Yang penting prinsip dasar bahwa setiap anak itu unik selalu harus ditekankan,” ujar Nessi.
(Foto: Freepik)