Stop Kebiasaan Anak Gigit Kuku
Sama seperti menghisap jempol, menarik-narik rambut, ataupun menggeretakkan gigi, kebiasaan menggigiti kuku pada anak-anak merupakan usaha untuk mendapatkan rasa nyaman.
Entah kebutuhan itu muncul untuk mengatasi kebosanan, meredakan stres, dan berbagai penyebab lainnya. Bila tidak ditangani sedini mungkin, kebiasaan ini bisa terus berlanjut hingga si kecil dewasa kelak.
Dalam masa tumbuh kembang, anak-anak akan menjalani berbagai hal yang tidak selalu berupa pengalaman menyenangkan. Tuntutan dari orang tua, tugas sekolah, peer pressure, dll, bisa membuat anak diserang rasa gugup dan stres.
Mama tak perlu khawatir bila kebiasaan menggigiti kuku ini tidak sampai melukai anak dan cenderung dilakukannya secara tidak sadar—misalnya, ketika menonton televisi.
Ini yang bisa Mama lakukan:
- Cari penyebabnya. ”Naluri awal orang tua ketika melihat anaknya
melakukan sesuatu yang mengkhawatirkan adalah ingin meng-hapus kebiasaan itu secepat kilat,” kata Janis Keyser, penulis buku Becoming the Parent You Want to Be. ”Padahal, lebih penting dari itu, lacak dulu penyebabnya agar Anda bisa mencari solusi yang paling tepat. Perubahan besar, seperti perceraian, pindah sekolah, dan kelahiran adik baru, adalah beberapa penyebab yang biasa muncul,” ujarnya.
- Jangan memaksa. Kecuali penyebabnya bisa diatasi, paksaan—apalagi hukuman, tak akan bisa menghentikan kebiasaan buruk si kecil. Yang bisa Anda lakukan adalah memberi batasan dengan menetapkan aturan. Misalnya, dilarang menggigiti kuku di meja makan.
Bisa juga dengan memberitahu anak bahwa banyak orang tidak suka melihat kebiasaannya itu. Jika dia mau melakukannya, lakukan di dalam kamarnya sendiri.
- Tawarkan pengganti. Berikan alternatif kegiatan yang bisa dilakukan
si kecil kala sedang merasa tertekan. Bola dari karet sebesar genggaman tangan yang bisa diremas-remas barangkali bisa menjadi pilihan.