Rekomendasi IDAI tentang Pembelajaran Tatap Muka
Anak Mama-Papa sudah mulai mengikuti sekolah tatap muka? Bagaimana reaksi mereka? Banyak orang tua yang mengisahkan betapa senangnya anak mereka ketika bisa mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas. Mereka bahagia bertemu langsung dengan teman-temannya walau harus tetap menjaga jarak. Mereka juga mengaku lebih mudah memahami materi yang dijelaskan guru saat mengikuti PTM terbatas.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sendiri mempertimbangkan bahwa sekolah tatap muka memang sangat dibutuhkan oleh anak-anak. Akan tetapi, dengan adanya varian delta yang lebih mudah menular bahkan hingga dua kali lipat jika dibandingkan varian terdahulu, kita perlu waspada. IDAI menunjukkan bahwa data dari berbagai negara menunjukkan peningkatan kejadian rawat inap pada usia anak. Apalagi, saat ini juga sudah ditemukan varian baru dari COVID-19 di beberapa negara, yakni omicron.
IDAI mengeluarkan rekomendasi terbaru tentang sekolah tatap muka pada 28 November 2021. Rekomendasi terkait sekolah tatap muka ini memang selalu berubah dan diperbarui berdasarkan pengetahuan terkini mengenai COVID-19, berdasarkan data ilmiah dan situasi penyebaran COVID-19 saat ini. IDAI menuturkan bahwa hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko penularan COVID-19 pada anak, mengupayakan strategi pencegahan terbaik guna mencegah kesakitan dan kematian, khususnya pada kelompok usia anak.
Berikut ini adalah rekomendasi Ikatakan Dokter Anak Indonesia (IDAI) terkait Pembelajaran Tatap Muka:
1. Anak akan mendapatkan lebih banyak manfaat dari pembelajaran tatap muka, sehingga upaya untuk kembali ke sekolah secara aman harus menjadi prioritas utama semua pihak.
2. Vaksinasi sebagai salah satu strategi pencegahan harus menjadi salah satu syarat untuk anak mengikuti pembelajaran tatap muka, sehingga anak lebih terlindungi saat melakukan aktivitas bersama.
IDAI menyampaikan bahwa vaksin COVID-19 terbukti aman dan efektif dalam mencegah gejala berat hingga kematian akibat COVID-19. Hingga saat ini terdapat beberapa laporan kasus kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang serius, antara lain myokarditis atau perikarditis, Guillain-Barré Syndrome, dan trombosis dengan sindrom trombositopenia (TTS). Namun demikian, kasus KIPI di atas sangat jarang dan risiko untuk mengalami sakit berat jauh lebih besar pada individu yang belum mendapat vaksinasi COVID-19. Jika orang tua atau siswa memiliki kekhawatiran seputar vaksinasi, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan tepercaya.
Lalu bagaimana bila belum semua warga sekolah divaksin? Apakah sekolah tatap muka tetap diizinkan? IDAI menjawab, “Ya”. Namun, risiko penularan COVID-19 di dalam sekolah akan lebih tinggi. Oleh karenanya, cakupan vaksinasi bagi semua warga sekolah harus segera ditingkatkan, terus mewajibkan penggunaan masker, menjaga jarak dan memperbaiki ventilasi ruangan, dengan ventilasi alamiah atau pun penggunaan hepa filter.
Baca juga: Rekomendasi IDAI Terkait Vaksin COVID-19 untuk Anak 6-11 Tahun
3. Penggunaan masker secara benar direkomendasikan mulai anak berusia 2 tahun ke atas, dan wajib dikenakan saat berkegiatan di dalam ruangan.
Pastikan penggunaan masker yang melekat dengan baik menutupi mulut dan hidung secara benar dan konsisten. IDAI menjelaskan bahwa masker akan mencegah penularan kuman dari satu individu ke individu lainnya dengan menahan partikel virus supaya tidak menyebar di udara. Dengan filtrasi, masker juga mencegah seseorang tertular dari udara yang mungkin terhirup.
Anak-anak harus diajarkan cara menyimpan masker saat tidak digunakan, membuang masker medis setelah pemakaian selama 4 jam secara terus menerus, mengganti masker jika basah atau pun kotor, serta mencuci masker kain secara teratur. Hindari 6 Kesalahan Paling Sering Saat Memakai Masker. Anak-anak juga harus menggunakan masker selama berada di kendaraan dalam perjalanan ke sekolah.
Saat masker tidak mungkin dikenakan, misalnya saat makan, ada beberapa strategipencegahan lain yang dapat dilakukan berdasarkan penjelasan IDAI, antara lain: memastikan ventilasi ruangan terjaga, lebih baik jika di luar ruangan (ventilasi alamiah) atau menggunakan hepa filter, mencuci tangan, menerapkan etika batuk dan bersin, serta menjaga jarak sejauh 1,8 meter.
4. Jarak antarsiswa saat berada di dalam kelas minimal 1,8 meter dengan tetap mengerjakan protokol kesehatan secara disiplin.
5. Strategi pencegahan secara berlapis harus dikerjakan oleh semua stakeholders, antara lain: skrining sebelum masuk ke dalam lingkungan sekolah, memperbaiki ventilasi di dalam ruangan atau menggunakan hepa filter, cuci tangan dan etika batuk, disiplin untuk tetap berada di rumah saat sakit dan melakukan tes usap terhadap SARS-CoV-2 jika terindikasi, contact tracing dikombinasi dengan karantina dan isolasi terhadap warga sekolah yang terpapar, uji petik secara berkala, serta protokol kebersihan dan disinfeksi khususnya setelah penutupan sekolah saat terdapat cluster sekolah.
6. Semua warga sekolah, baik siswa, guru dan staf yang menunjukkan tanda dan gejala infeksi harus dirujuk atau memiliki akses ke fasilitas kesehatan untuk dilakukan uji diagnosis (tes usap) atau pun perawatan sesuai indikasi.
Jika hasil tes usap atau swab anak positif, lakukan konsultasi ke dokter atau tenaga kesehatan tepercaya, isolasi mandiri sesuai petunjuk dokter dan lakukan langkah pencegahan penularan di rumah. Pastikan anak tidak beraktivitas atau pun bersosialisasi dan bertemu orang lain selama masa isolasi mandiri. Tanyakan pihak sekolah mengenai opsi pembelajaran jarak jauh selama isolasi.
Jika orang tua atau pengasuh atau orang lain yang tinggal serumah dengan anakadayangpositif,segerainformasikankepihaksekolah.Lakukankarantina dan tes usap pada anak. Jika hasilnya juga positif, lakukan protokol isolasi mandiri setelah berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. Jika hasilnya negatif, tanya dan diskusikan dengan pihak sekolah kapan waktu yang tepat untuk anak diperbolehkan kembali mengikuti pembelajaran tatap muka.
Pelajari mekanisme ketika ada yang bergejala di sini.
7. Pedoman lokal yang digunakan masing-masing sekolah menekankan pada strategi pencegahan secara berlapis dan konsisten, guna melindungi siswa, guru, staf, dan keluarga demi mendukung keberlangsungan pembelajaran tatap muka.
8. Pemerintah dan pemangku kebijakan harus menyiapkan dashboard data yang lengkap, akurat dan transparan mengenai transmisi lokal, cakupan vaksinasi, hasil uji petik dan adanya outbreak atau cluster, sehingga dapat membantu pengambilan keputusan mengenai keberlangsungan sekolah tatap muka serta protokol kesehatan dan strategi pencegahan yang harus dilakukan.
Bila sekolah menginformasikan bahwa anak Anda memiliki kontak erat dengan orang yang terinfeksi COVID-19, maka lakukan tes usap dan melakukan karantina hingga terbukti tidak tertular. Prosedur karantina ini sangat penting untuk mencegah penularan lebih lanjut. IDAI menegaskan bahwa kontak erat pada individu yang belum divaksinasi harus ditangani secara lebih hati-hati. Karantina dilakukan selama 14 hari sejak kontak erat, jika dalam kurun waktu tersebut timbul gejala, maka segera lakukan tes usap ulang.
9. Perilaku disipilin dalam menjalankan protokol kesehatan harus dicontohkan oleh staf pengajar dan perangkat sekolah kepada murid-muridnya. Misalnya pemakaian masker, menghindari kerumunan. Karena masih banyak guru-guru sekolah di daerah yang mengabaikan pemakaian masker,sehingga murid-murid juga ikut mencontoh.
Baca juga:
Klaster Sekolah Meningkat, Apa Saja Gejala COVID-19 yang Paling Sering Muncul pada Anak
Panduan Jika Anak-Anak Harus Isolasi Mandiri (Isoman)
Dos & Don'ts Isolasi Mandiri di Rumah
8 Protokol Yang Harus Dilakukan saat Anak Pulang dari PTM di Sekolah
Protokol Bila Satu Rumah dengan Orang yang Karantina Mandiri
LTF
FOTO: SHUTTERSTOCK
Topic
#usiasekolah #parenting #pendidikan #sekolah #sekolahtatapmuka