Anak Kembali Masuk Sekolah, Ketahui Risikonya
Provinsi DKI Jakarta menjadi salah satu daerah yang kembali menggelar sekolah tatap muka Agustus ini. Fenomena learning loss akibat pandemi menjadi salah satu hal yang paling dikhawatirkan dari terlalu lama sekolah daring atau online. Sehingga, pembukaan sekolah dapat menjadi angin segar bagi masalah pembelajaran selama pandemi ini.
Akan tetapi, tidak sedikit orang tua yang masih ragu melepas anak ikut pembelajaran tatap muka bila sekolahnya kembali dibuka lantaran risikonya. Sebab, sepanjang uji coba sekolah tatap muka sebelumnya, sudah beberapa kali terjadi klaster sekolah.
Mengutip dari Pandemic Talks, platform informasi dan data COVID-19 di Indonesia, risiko penularan COVID-19 di sekolah bisa diminamilkan bila kombinasi antara Ventilasi (membuka jendela/pintu, penggunaan HEPA filter, belajar di ruang terbuka), Durasi (yang lebih pendek), serta Jarak (mengurangi kapasitas kelas dan menghindari kontak fisik dapat dilaksanakan dengan baik.
Sayangnya, sekolah konvensional juga disebut kurang memenuhi syarat protokol Ventilasi-Durasi-Jarak, sebab tidak sedikit sekolah yang ruangannya memang didesain tertutup, murid berinteraksi dengan banyak orang baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
Bagaimana risiko dari kegiatan sekolah offline yang digambarkan oleh Pandemic Talks dari sebuah kelas berisi 24 murid di mana gurunya sakit atau terinfeksi COVID-19?
- Risiko Rendah
Risiko juga akan makin turun bila jumlah orang di dalam ruangan tersebut dikurangi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko penularan lewat droplet maupun aerosol.
- Risiko Sedang
- Risiko Tinggi
- Risiko Sangat Tinggi
Risikonya Bukan Hanya dari Sekolah
Di masa pandemi ini tidak ada satu pun situasi yang 100% benar-benar aman dari penularan COVID-19. Perlu diingat bahwa penularan tidak hanya bisa terjadi di dalam kelas atau sekolah saja. Seorang anak bisa saja tertular di kompleks perumahan, di perjalanan menuju sekolah, di tempat les, ataupun di tempat publik seperti mal atau tempat rekreasi. Anak yang tertular ini nantinya bisa menulari ke warga sekolah lainnya.
Guru dan pegawai sekolah juga bisa saja terinfeksi saat di kompleks perumahan, di perjalanan, di pertemuan keluarga, atau di tempat publik seperti pasar dan mal. Kemudian, guru dan pegawai sekolah yang terinfeksi ini bisa menularkan ke warga sekolah lainnya.
Tak hanya itu, risiko juga bisa berasal dari orang tua atau keluarga murid dan guru sendiri. Misalnya saja dari anggota keluarga yang masih harus bekerja di luar, mengakses transportasi umum, sering melakukan aktivitas di tempat publik, maupun lantaran ada acara komunitas seperti pengajian, rapat, atau kumpul-kumpul. Dari sinilah, bisa terjadi klaster keluarga yang bisa meluas menjadi klaster sekolah saat anak sudah sekolah tatap muka.
Bila Harus Kembali Masuk Sekolah
Untuk memperhatikan keamanan keluarga, maka sebelum mengizinkan anak untuk mengikuti sekolah tatap muka, maka orang tua perlu mempertimbangkan beberapa hal berikut:
- Nilai positivitas COVID-19 di area setempat
- Jumlah guru dan murid yang sudah divaksin
- Pemetaan warga sekolah yang memiliki penyakit
- Penerapan protokol COVID-19 selama sekolah tatap muka
- Tingkat risiko COVID-19 di dalam keluarga sendiri. Sebab, bagaimana pun, bila kita termasuk keluarga yang berisiko tinggi, maka dibutuhkan kebijakan hati yang sangat tinggi bila mengizinkan anak kita pergi keluar rumah untuk sekolah.
Baca juga:
Cegah Anak-Anak Jadi Generasi yang Mengalami Learning Loss Akibat Pandemi
2 Penyebab Utama Anak Stres di Masa Pandemi
Dari 1-10, Seberapa Aman Makan di Luar saat Pandemi?
Berhubungan Seks Saat Pandemi, Amankah?
LTF
FOTO: SHUTTERSTOCK
Topic
#usiasekolah #parenting #pendidikan #sekolah #sekolahtatapmuka