Bonding Keluarga Lewat Sarapan
Kini, semakin banyak orang yang nyaris tidak mempunyai waktu untuk makan malam bersama keluarga. Apa alasannya? Kesibukan orang tua dan juga kesibukan anak! Padahal, kebiasaan makan malam bareng ini akan membuat anak memiliki kebiasaan makan yang lebih baik, prestasi yang bagus, lebih sedikit masalah psikis, plus lebih bahagia.
Nah, berbagai penelitian terbaru menunjukkan, manfaat dari waktu makan ini, bagaimana pun, tidak secara spesifik mengatakan hanya untuk makan malam saja. Lalu, masuklah pilihan sarapan bareng keluarga, waktu makan yang lain untuk duduk, makan, dan menjalin kelekatan (bonding), meski untuk beberapa menit saja.
Di Amerika, fakta menunjukkan bahwa lebih banyak orang yang sarapan di rumah dibandingkan 10 tahun lalu, menurut peneliti dari NPD Group, consumer research firm. Data bahkan menunjukkan, sekitar 205 sarapan pada hari kerja setiap tahunnya dimakan di rumah. Hal ini merupakan penambahan dari 196 sarapan kira-kira 10 tahun yang lalu. Sarapan di akhir pekan ternyata juga lebih banyak dikonsumsi di rumah sekarang ini.
Benarkah hal ini terjadi juga di Indonesia? Mungkin pada saat ini belum terlihat secara signifikan. Parenting Indonesia sempat menanyakan kebiasaan makan pagi atau makan malam bareng keluarga. Jawabannya? Sekitar 64 persen responden mengatakan masih sempat makan malam bersama keluarganya. Maya Malianggi Manar mengatakan, "Sarapan sangat penting untuk memulai hari dengan kebersamaan. Nah, makan malam akan mengakhiri hari dengan kebersamaan pula."
Sedangkan Enno Maya Setiadi mengatakan, "Yang utama makan malam karena selain makan, juga menjadi arena cerita kegiatan hari itu masing-masing" dan Imelda Cragg beralasan, "I love cooking healthy food for my family." Bagaimana dengan sarapan bareng? Sekitar 10 persen respondon mengaku sempatnya sarapan bareng keluarga. Alasannya? "Semua bisa kumpul sebelum melakukan aktivitas harian," kata Wien Qothrunnada Wahyono.
Emilia E. Achmadi, MS, RD, clinical dietitian/nutritionist, mengatakan, "Di rumah saya, breakfast is the new dinner, karena kita pasti duduk di meja makan bareng saat sarapan. Kalau pun tren ini terjadi sekarang, semua akibat kesibukan anak-anak (selain orang tua!). Kadang kala, anak terpaksa makan malam di kamar karena project-nya belum selesai, PR banyak, atau harus diskusi via skype dengan teman-teman," kata Emilia.
Bagaimana pun, menurut Emilia, dunia kini berbeda dengan 30 tahun lalu. Jalanan tidak macet. Orang tua bisa pulang kerja cepat. Sekarang? Pulang kerja bisa malam sekali. Tidak mungkin, kan, anak menunggu orang tuanya makan malam dengan waktu pulang yang tidak menentu dan tergantung 'kebaikan' lalu lintas. Jadi, sarapan memang new dinner, di mana kita bisa duduk bareng untuk bertukar pikiran, makan, hingga memberi contoh pada anak.
Apakah hal ini baik atau tidak? "Sebenarnya, ini jauh lebih baik mengingat breakfast is the most important meal of the day. Bukan hanya karena secara biologis kita membutuhkan bahan bakar, namun ini saat yang pas untuk berkomunikasi antara 1 anggota keluarga dengan yang lainnya. Saya lebih rela bangun dini hari untuk menyiapkan segala sesuatunya dibandingkan harus tidur larut malam untuk menyiapkan makan malam yang 'heboh'. Aktivitas fisik tidak terlalu banyak pada malam hari sehingga kita tidak membutuhkan asupan energi sebanyak pagi. Dan, sifatnya makan malam sebenarnya untuk menyempurnakan makanan sehari. Apakah karbohidart, serat, dan protein sudah terpenuhi atau belum pada hari itu? Itu sebabnya meal management perlu dilakukan. Dan, hal ini akan membuat kita menjadi a smart eater," papar Emilia.
Bagaimana dengan para pelaju? Mungkinkah sarapan tetap dilakukan? Menurut Emilia, "Fleksibel saja. Kita bisa sarapan di mana pun dan tetap menjalin kelekatan dengan keluarga, kok. Mengingat sarapan dilakukan di jalan, buatlah planning yang matang semalam sebelumnya. Jadi, Anda tidak terburu-buru paginya."