Campuran Obat Herbal dan Kimia untuk Kesehatan Anak
Hidung anak yang mampet dan meler, badannya yang terasa sumeng, serta iringan “musik” berbunyi “uhuk, uhuk” setiap kali dia berbicara, adalah hal yang tentunya biasa dihadapi oleh para mama, termasuk saya. Ketika sedang kecapekan karena terlalu banyak kegiatan atau pada saat menghadapi pergantian musim, anak-anak saya—Alika (7) dan Rendra (2,5) juga langganan terkena batuk dan pilek. Dan… hebohnya punya anak lebih dari satu adalah: kalau salah satu anak terserang penyakit, maka saudaranya hampir pasti akan ketularan juga!
Itu sebabnya, saya selalu menyiapkan amunisi di dalam kotak obat seperti obat batuk dan pilek yang dijual bebas (tentunya berdasarkan saran dari dokter anak), parasetamol jika sampai demam, balsam untuk membantu melegakan pernapasan, vitamin C, dan lain-lain.
Kalau memang batuk-pileknya jadi muncul, terpaksalah saya menambah pula stok obat-obatan untuk melakukan terapi inhalasi sendiri di rumah seperti larutan garam dan beberapa jenis obat-obatan lain untuk membantu mencairkan lendir dan melapangkan rongga napas. Pokoknya, setiap wabah pilek menyerang, kotak obat kami ibaratnya menjelma menjadi “apotek mini” bagi seisi rumah.
Tapi, melengkapi isi kotak obat bukan berarti mengabaikan tindakan pencegahan, lho! Sebut saja, mulai dari memberikan makanan bergizi, memastikan anak-anak cukup beristirahat, memberikan vitamin, sampai menjemur mereka di bawah sinar matahari pagi, semuanya sudah saya berikan tanda contreng. Tapi yah, terkadang yang namanya kemalangan tak bisa ditolak kehadirannya, bukan? Kalau memang sudah “jatahnya” terserang sakit dan butuh diobati, apa mau dikata? Prinsip saya, lebih baik sedia payung sebelum hujan daripada sudah kehujanan masih kelimpungan mencari toko yang menjual payung. Betul, nggak?
Salah satu cara kami memelihara stamina sehari-hari adalah dengan cara minum jamu! Di rumah lama dulu, kami rutin minum ramuan herbal atau jamu setiap hari. Beras kencur untuk anak-anak dan campuran sirih serta kunyit asam untuk saya. Nenek si kecil suka membuatkan ramuan ini untuk kami.
Selain itu, kami juga punya “senjata pamungkas” lain yang juga berlabel tradisional, yaitu jamu anti masuk angin! Setiap kali hendak bepergian dalam jarak jauh (baca: lebih dari satu jam perjalanan), kami sekeluarga selalu minum jamu anti masuk angin yang biasa dijual dalam bentuk sachet. Jamu tersebut juga kami nobatkan sebagai pertolongan pertama saat ada yang mengeluh pusing, batuk, ataupun pegal-pegal. Yah, meski ilmu kedokteran modern tidak mengenal istilah “masuk angin”, nyatanya kondisi tersebut benar-benar ada—setidaknya dalam keluarga kami, dan bisa diatasi secara efektif dengan obat tradisional.
Resep “fushion” bukan hanya berlaku dalam dunia musik dan masak-memasak, bukan? Seperti kelurga kami, barangkali tak sedikit pula di antara Anda yang memadukan penggunaan obat-obatan modern dan tradisional untuk memelihara kesehatan keluarga di rumah.
Penulis Artikel Blog Mama
Penulis: Nayu Navita
Itu sebabnya, saya selalu menyiapkan amunisi di dalam kotak obat seperti obat batuk dan pilek yang dijual bebas (tentunya berdasarkan saran dari dokter anak), parasetamol jika sampai demam, balsam untuk membantu melegakan pernapasan, vitamin C, dan lain-lain.
Kalau memang batuk-pileknya jadi muncul, terpaksalah saya menambah pula stok obat-obatan untuk melakukan terapi inhalasi sendiri di rumah seperti larutan garam dan beberapa jenis obat-obatan lain untuk membantu mencairkan lendir dan melapangkan rongga napas. Pokoknya, setiap wabah pilek menyerang, kotak obat kami ibaratnya menjelma menjadi “apotek mini” bagi seisi rumah.
Tapi, melengkapi isi kotak obat bukan berarti mengabaikan tindakan pencegahan, lho! Sebut saja, mulai dari memberikan makanan bergizi, memastikan anak-anak cukup beristirahat, memberikan vitamin, sampai menjemur mereka di bawah sinar matahari pagi, semuanya sudah saya berikan tanda contreng. Tapi yah, terkadang yang namanya kemalangan tak bisa ditolak kehadirannya, bukan? Kalau memang sudah “jatahnya” terserang sakit dan butuh diobati, apa mau dikata? Prinsip saya, lebih baik sedia payung sebelum hujan daripada sudah kehujanan masih kelimpungan mencari toko yang menjual payung. Betul, nggak?
Salah satu cara kami memelihara stamina sehari-hari adalah dengan cara minum jamu! Di rumah lama dulu, kami rutin minum ramuan herbal atau jamu setiap hari. Beras kencur untuk anak-anak dan campuran sirih serta kunyit asam untuk saya. Nenek si kecil suka membuatkan ramuan ini untuk kami.
Selain itu, kami juga punya “senjata pamungkas” lain yang juga berlabel tradisional, yaitu jamu anti masuk angin! Setiap kali hendak bepergian dalam jarak jauh (baca: lebih dari satu jam perjalanan), kami sekeluarga selalu minum jamu anti masuk angin yang biasa dijual dalam bentuk sachet. Jamu tersebut juga kami nobatkan sebagai pertolongan pertama saat ada yang mengeluh pusing, batuk, ataupun pegal-pegal. Yah, meski ilmu kedokteran modern tidak mengenal istilah “masuk angin”, nyatanya kondisi tersebut benar-benar ada—setidaknya dalam keluarga kami, dan bisa diatasi secara efektif dengan obat tradisional.
Resep “fushion” bukan hanya berlaku dalam dunia musik dan masak-memasak, bukan? Seperti kelurga kami, barangkali tak sedikit pula di antara Anda yang memadukan penggunaan obat-obatan modern dan tradisional untuk memelihara kesehatan keluarga di rumah.
Penulis Artikel Blog Mama
Penulis: Nayu Navita