Anak Takut Bertemu Orang Baru, Orang Tua Harus Apa?
Beberapa orang tua curhat bahwa di masa pandemi ini anaknya jadi takut, menolak, tidak nyaman, bahkan sampai menangis saat bertemu orang baru, dengan asumsi karena terlalu lama di rumah saja. Hal ini umumnya dialami oleh anak-anak lebih muda atau anak usia dini. Sebagian orang menyebut sebagai tantangan yang harus dihadapi oleh orang tua dari ‘anak-anak pandemi’. Para ahli pun menyebut bahwa terlalu lama di rumah saja karena pandemi ini juga dapat memengaruhi perkembangan sosial si kecil secara negatif.
Di usia balita, ketika seharusnya belajar bersosialisasi, anak-anak harus berhadapan dengan pandemi yang membuat hal tersebut jadi sulit dilakukan. Ketakutan atau kesulitan anak-anak bertemu dengan orang baru tentu membuat orang tua gelisah. Bagaimana pun, anak-anak juga harus belajar berinteraksi dengan orang lain selain pengasuh utamanya. Sebab hal tersebut termasuk keterampilan sosial yang harus dikuasai anak-anak.
Tenang, Ini Normal, Kok!
Sebetulnya, ketakutan anak-anak bertemu dengan orang baru adalah hal yang sangat umum. Hal ini merupakan fase normal dalam perkembangannya. Di fase ini, anak sedang mengembangkan keterikatannya dengan orang-orang yang dikenalnya, seperti orang tua atau pengasuh utamanya.
Baca juga: Ciri Anak Takut Berpisah dengan Ibu
Mereka merasa nyaman berada di sekitar orang yang dikenalnya, sehingga mereka mungkin bereaksi terhadap orang asing. Mereka bisa jadi rewel, menangis, menjadi pendiam, atau bersembunyi di balik dekapan orang tuanya dan tidak mau dilepas. Sebagian besar ketakutan anak-anak terhadap orang asing mulai surut setelah usia dua tahun.
Penyebab Anak Takut Bertemu Orang Baru
Memang apa, sih, yang membuat anak-anak takut bertemu orang baru? Ada beberapa hal yang menyebabkan anak takut bertemu orang baru, antara lain:
1. Temperamen Bawaan
Orissa Anggita Rinjani, psikolog sekaligus co-founder Rumah Dandelion dalam wawancara dengan Parenting Indonesia mengatakan bahwa mudah atau sulitnya seorang anak berbaur dengan orang lain bisa disebabkan oleh temperamen bawaan. “Ada anak yang easy going, ada pula yang memang secara bawaannya slow to warm up. Ia lebih mudah cemas jika berpisah dari orang tua atau cemas ketika bertemu dengan orang baru atau berada di situasi yang tidak familiar baginya,” tuturnya.
2. Perasaan Malu
Profesor di School of Behavioural, Cognitive and Social Sciences di University of New England, John Malouff Ph.D., J.D, Associate mengatakan bahwa salah satu penyebab anak sukar berhadapan dengan orang lain adalah rasa malu. Menurutnya, rasa malu menghambat anak dalam berinteraksi sosial.
Ia mengatakan bahwa seorang anak dengan rasa malu yang besar sering kali hanya menjadi pengamat interaksi orang lain. Ia ingin menjadi bagian dari interaksi tersebut, namun enggan melakukannya.
3. Orang Tua Terlalu Protektif
Mama-Papa mungkin tidak menyadari bahwa hal ini bisa menjadi salah satu peyebab. Sering kali, Mama dan Papa tak menyadari bahwa sudah terlalu protektif sehingga anak juga jadi mudah cemas, bahkan dalam hal berinteraksi dengan orang lain.
Ketahui 8 Tanda Orang Tua Overprotective.
4. Menangkap Perasaan Orang Tua
Anak-anak kecil sangat peka terhadap perasaan orang terdekatnya. Mengutip dari Good Therapy, anak-anak kecil ikut merasakan kecemasan yang dialami ibunya. Seorang ibu yang cemas saat berinteraksi dengan orang lain dapat secara tidak disadari menunjukkan perilaku tersebut kepada anak. Akirnya, isyarat nonverbal ini bisa mengajari anak bahwa orang asing adalah sumber kecemasan.
Nah, sering kali, saat pandemi ini orang tua khawatir dan cemas bila harus bertemu orang lain, karena takut terpapar virus. Ini juga bisa menjadi penyebabnya. Anak-anak menangkap emosi tersebut.
Baca juga: Kenalkan Butterfly Hug pada Anak untuk Redakan Kecemasan
5. Kurang Kesempatan Bertemu Orang
Orissa juga menyebut bahwa kurangnya bertemu orang akan menyebabkan anak-anak minim kesempatan untuk membangun keterampilan sosial. Inilah sebab mereka mengalami kesulitan bila harus berhadapan dengan orang asing. Nah, sebagai orang tua dari ‘anak-anak pandemi’, hal ini bisa sangat dipahami, ya.
6. Tidak Tahu Apa yang Harus Dilakukan
Sering kali, anak-anak hanya tidak tahu apa yang harus dilakukan bila mereka bertemu orang baru. Dalam kondisi bingung itu, bila mereka terus didorong atau dipaksa untuk segera mampu berinteraksi dengan lancar, mereka malah bisa jadi memilih untuk menghindar.
Dos:
Anak-anak harus terus didampingi agar mereka mampu mengembangkan keterampilannya berinteraksi dengan orang lain. Orang tua bisa melakukan hal-hal berikut:
- Untuk anak dengan temperamen bawaannya slow to warm up, Orissa menyarankan agar orang tua selalu memberi penjelasan kepada anak sebelum bertemu orang baru. Anda bisa ceritakan kepadanya mengenai siapa yang akan ia temui dan apa hubungannya dengan Anda, jika perlu tunjukkan fotonya. Dengan demikian anak dapat punya gambaran
- Ekstra sabar dampingi anak walaupun ia tak mau lepas dari dekapan Anda. Beri ia keyakinan bahwa Anda akan terus bersamanya dan tak akan meninggalkannya.
- Refleksi, apakah Anda orang tua yang overprotektif sehingga membuat anak mudah cemas.
- Jaga emosi Anda tetap tenang sehingga anak juga menangkap emosi tersebut.
- Mulai dari mempertemukannya dengan anak sebaya. Anda bisa mengundang salah satu teman si kecil untuk bermain di rumah dan biarkan ia mencoba untuk berinteraksi. Anda juga bisa mengajaknya bertemu dengan teman yang juga memiliki anak sebaya atau acara keluarga untuk melatih kemampuan sosialnya.
- Berikan apresiasi padanya apabila ia mulai bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang baru. Hal ini bisa mendorong ia untuk terus terpacu mencoba.
Don’ts:
Bila anak Anda susah berinteraksi dengan orang lain, hindari hal-hal berikut:
- Memaksanya secara berlebihan untuk bisa segera mudah berbaur. Hal ini bisa membuatnya frustasi dan malah cenderung menolak.
- Memberinya label ‘penakut’ atau ‘pemalu’. Sebab, mereka justru malah berisiko meresapi label tersebut sebagai karakter mereka. Jangan Memanggil Balita Anda “Si Cengeng” bila ia juga menunjukkan reaksi menangis di depan orang baru.
- Punya kebiasaan mengancam anak seperti, “Kalau kamu nakal, kamu Mama/Papa kasih ke Tante itu, lho” atau “Udah, jangan nangis, nanti kamu diambil sama Om itu.” Kebiasaan ini akan membuat anak takut dengan kehadiran orang baru yang tak dikenalnya.
Bila Anda adalah Si Orang Baru
Nah, bila Anda adalah si orang baru itu, maka usahakan agar tidak memaksa anak yang Anda temui untuk segera mau berbaur dengan Anda. Hindari mencoba mengatakan, “Ikut Tante/Om ke rumah, yuk,” atau, “Jalan-jalan sama Om/Tante, yuk!”
Mungkin Anda berpikir bahwa itu adalah salah satu cara agar bisa diterima oleh anak-anak. Akan tetapi, di fasenya, anak-anak tersebut memang wajar memiliki ketakutan terpisah dari orang tuanya. Jadi maklumilah.
Hindari membandingkannya dengan anak lain yang mudah berinteraksi dengan orang baru. Bersikaplah luwes berkomunikasi dengan orang tuanya sambil sesekali memberi perhatian berupa tatapan mata atau senyuman kepadanya. Ketika melihat orang tuanya nyaman dengan Anda, maka anak akan belajar untuk nyaman pula.
Baca juga:
Dos & Don’ts Merespons Kecemasan Anak
Tahap Perkembangan Sosial Anak Usia Batita
6 Pedoman Orang Tua Latih Kecerdasan Emosional Anak Sejak Balita
Anak Terlihat Sulit Fokus? Ketahui Rentang Perhatian Balita Sesuai Usia
LTF
FOTO: SHUTTERSTOCK
Topic
#balita #pengasuhananak #parenting #parentingstyle