Pengaruh Kebiasaan Mengompol pada Anak
Anak yang mengompol
seringkali merasa malu jika ada temannya yang mau menginap atau harus
mengikuti acara kemping sekolah karena takut kelemahannya ini diketahui
oleh orang lain.
Biasanya ia sadar bahwa telah cukup besar untuk dapat
tidur malam tanpa mengompol
dan merasa tak punya kuasa untuk mencegah ‘kecelakaan’ itu terjadi.
Bahkan beberapa anak yang mengompol merasa ini sebagai sebuah kegagalan
sehingga berpengaruh terhadap kepercayaan dirinya.
Semua emosi yang
muncul akibat mengompol, seperti: malu, rendah diri, ketakutan jika
seseorang mengetahui kelemahannya tersebut, tak hanya mengganggu
kenyamanan tidur si kecil, tetapi juga membuatnya tak mau
bersosialisasi, tak mau menunjukkan bakatnya, tak mau berpartisipasi
dalam olahraga, dan sebagainya.
Menurut dr. Bernie, secara garis besar mengompol atau enuresis dapat digolongkan dalam dua bagian:
- Enuresis primer
: keadaan mengompol yang terus menerus selama tiga tahun atau bila
mengompol terjadi sejak lahir dan tidak pernah ada periode normal dalam
pengontrolan buang air kecil.
- Enuresis sekunder : keadaan
mengompol pada anak yang sebelumnya telah melewati fase tidak mengompol
pada waktu yang lama atau terjadi setelah enam bulan dari periode anak
bisa mengontrol proses buang air kecil.
Pengelompokkan lain yaitu berdasarkan waktu:
- Enuresis nocturnal : keadaan mengompol pada saat seseorang tidur atau malam hari.
- Enuresis diurnal : keadaan mengompol pada saat seseorang sedang terjaga atau beraktivitas.
Berdasarkan
hasil penelitian yang dimuat dalam The Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders edisi kelima (DSM-5), enuresis nocturnal
lebih sering terjadi pada laki-laki, sedangkan enuresis diurnal lebih
sering terjadi pada perempuan.