Omicron Pada Anak, Benarkah Tidak Berbahaya?
Varian Omicron yang masih bersirkulasi saat ini dikatakan memiliki penularan yang lebih cepat dibandingkan varian Delta. Namun, gejala yang muncul lebih ringan (banyak juga yang tanpa gejala) dan tingkat perawatan di rumah sakit juga lebih rendah. Bagaimana Omicron pada anak, benarkah tidak berbahaya?
Alpha, Delta, Omicron
Dalam webinar bertajuk Omicron, Benarkah Tidak Berbahaya, dr. Yogi Prawira, Sp.A(K), Ketua Satgas COVID-19 IDAI, menjelaskan bahwa Omicron ditemukan di Afrika Selatan pada November 2021, yang kemudian oleh WHO dinyatakan sebagai variant of concern. Apa bedanya dengan varian-varian sebelumnya?
Varian Alpha yang ditemukan pada bulan Mei 2020 di Inggris memiliki sifat mudah menyebar, dengan 30-50-% lebih menular dibandingakn virus asal, terdapat 4 mutasi unik spike protein, hampir semua vaksin dinyatakan efektif terhadap kondisi sakit berat atau kritis, angka rawat inap sebesar 10% dan dianjurkan penggunaan masker medis.
Sementara, varian Delta yang ditemukan di India pada Oktober 2020 memiliki sifat 2 kali lipat lebih cepat menyebar, 80% lebih mudah menular dibandingkan varian alpha, terdapat 10 mutasi unik spike protein. Masih sama dengan varian alpha, hampir semua vaksin efektif terhadap sakit berat atau kritis, namun angka rawat inap lebih tinggi, 10-14%. Penggunaan masker dianjurkan untuk mencegah penularan.
Bagaimana dengan varian Omicron? Varian ini lebih cepat menular dibandingkan dengan varian sebelumnya, jauh lebih menular daripada varian Delta, dan memiliki lebih dari 50 mutasi unik. Pada infeksi Omicron, vaksin kurang efektif tapi booster sangat membantu. Angka rawat inap cukup rendah, yakni kurang dari 1%, dan dianjurkan penggunaan masker N95 sebagai pencegahan penularan.
Dokter Yogi mengatakan bahwa Omicron memiliki sangat banyak mutasi berbeda, bahkan terdapat kombinasi Delta dan Omicron. “Ketika masuk di saluran pernapasan, dalam 24 jam 70 kali bereplikasi lebih cepat dibandingkan Delta. Gejala-gejalanya muncul di saluran napas atas. Kabar baiknya, replikasi virus di paru-paru lebih rendah daripada varian original,” jelas dr. Yogi.
Gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh 3 varian tersebut adalah sebagai berikut:
Varian Alpha | Varian Delta | Varian Omicron |
Demam Tinggi. | Demam tinggi | Sumeng. |
Gawat napas berat pada pasien komorbid. | Gawat napas berat pada banyak pasien. | Gawat napas lebih jarang dilaporkan. |
Kelemahan hebat. | Kelemahan hebat. | Kelemahan. |
Batuk kering, pilek jarang. | Batuk kering, pilek kadang-kadang. | Batuk berdahak dan pilek. |
Hilang indra penciuman dan perasa di awal infeksi. | Hilang atau berkurang indra penciuman dan perasa di awal. | Hilang atau berkurangnya indra penciuman jarang dilaporkan. |
30% pasien merasakan sesak napas dalam periode infeksi. | 40% pasien merasakan sesak napas, bahkan menetap pasca infeksi. | Lebih jarang laporan sesak napas. |
Nyeri tenggorok. | Nyeri tenggorok. | Nyeri tenggorok. |
Nyeri telan. | Nyeri telan. | Nyeri telan. |
Baca juga: Bagaimana Membedakan Omicron dengan Flu dan Penyakit Lainnya yang Mirip?
Omicron pada Anak
Menurut dr. Yogi, anak-anak usia 0-4 tahun paling terdampak Omicron (62%), karena anak-anak balita belum mendapatkan rekomendasi vaksinasi. Sebagian anak yang terinfeksi Omicron tidak menunjukkan gejala, namun tetap bisa menularkan kepada orang-orang sekitar. Jika bergejala, maka yang muncul adalah demam (47%), batuk (40%), muntah (24%), sesak napas (23%), diare (20%), dan bahkan bisa menimbulkan kejang (20%).
“Anak-anak datang ke rumah sakit tidak melulu dengan infeksi saluran pernapasan atas, tapi juga saluran cerna, bahkan ada juga yang mengalami kejang padahal tidak memiliki riwayat epilepsi atau kejang demam sebelumnya. Beberapa remaja mengalami kejang selama 30-60 detik, diikuti sikap agresif yang nonspesifik, seperti halusinasi, memukul orang tua. Kejang dan gastroenteritis merupakan dua gejala tersering penyebab rawat inap di rumah sakit,” ungkap dr. Yogi.
Baca juga: Benarkah Omicron Meningkatkan Risiko Rawat Inap pada Anak-Anak?
Derajat dan perubahan gejala Omicron pada anak cukup dinamis. Dari tanpa gejala bisa menjadi bergejala, hanya dalam hitungan jam. Perjalanannya bisa bermula dari bergejala ringan, sedang, hingga berat atau kritis. Apakah dalam 14 hari selesai atau pasti sembuh? Tidak selalu.
Lalu, apa saja yang mungkin dialami anak-anak yang terinfeksi COVID-19?
1. MIS-C (Multisystem Inflammatory Syndrome in Children). Ini terjadi pada 2-6 minggu setelah anak terinfeksi. Dikatakan dr. Yogi, bisa saja tes PCR menunjukkan hasil negatif, namun 2 hingga 6 minggu setelah terinfeksi, anak mengalami MIS-C.
Anak-anak dengan MIS-C mengalami hiperinflamasi setelah infeksi, sangat mudah kelelahan, mata merah, ruam-ruam, sakit area perut memburuk, diare, muntah, muntah, selalu mengantuk dan bingung, dan jika tidak ditangani segera, bisa berakibat fatal.
“Kabar baiknya, MIS-C bisa dicegah dengan vaksinasi,” kata dr. Yogi. Menurut CDC, vaksinasi melindungi anak-anak dari MIS-C, terutama pada anak-anak usia 12-18 tahun yang dirawat pada rentang Juli-Desember 2021
Baca juga: Waspada MIS-C, Komplikasi Langka COVID-19 pada Anak-Anak
2. Happy Hypoxia. Happy hypoxia dikatakan terjadi akibat peradangan pada jaringan paru-paru yang disebabkan infeksi virus Corona. Ada pula yang menyebutkan bahwa hal ini terjadi karena masalah pada sistem saraf yang mengatur fungsi pernapasan dan kadar oksigen dalam darah. Happy hypoxia dapat meningkatkan risiko kematian pada penderita COVID-19.
Karena itu, anak yang positif COVID-19 pun perlu dicek saturasi oksigennya. Mungkin saja anak masih bisa berkomunikasi, padahal saturasinya rendah. Jika demikian, waspada, anak bisa mengalami happy hypoxia. Segera bawa anak ke rumah sakit.
3. Long Covid. Disebut juga long-term effects of coronavirus, yakni kondisi seseorang yang mengalami gejala resisten selama kurang lebih delapan hingga 12 minggu, atau bahkan lebih, setelah dinyatakan sembuh atau negatif. Tidak hanya terjadi pada orang dewasa, ternyata anak-anak juga bisa mengalaminya.
Kenali Tanda Waspada
Sebelum terjadi hal-hal yang lebih buruk, sebaiknya Anda mengenali tanda waspada yang terjadi pada anak, sebagai berikut:
- Anak banyak tidur, kesadaran menurun, terdapat perubahan perilaku.
- Terlihat sesak/sulit bernapas: napas cepat, tersengal-sengal, hidung kembang kempis, ada cekungan di dada.
- Saturasi oksigen <95%
- Kejang
- Mata merah, ruam, leher bengkak.
- Demam >3 hari.
- Tidak bisa makan dan minum.
- Mata cekung.
- Buang air kecil berkurang.
Jika Anda menemukan tanda-tanda itu, jangan menunda untuk membawanya ke rumah sakit, untuk dilakukan pemeriksaan, diagnosis, serta penanganan yang tepat.
Baca juga: Cek 5 Kondisi Tubuh Ini Saat Isoman!
Lakukan Pencegahan
Transmisi Omicron yang begitu cepat tentu harus menjadi perhatian kita. Pada anak-anak, mereka bisa tertulari orang dewasa di sekitarnya. Namun, anak-anak juga bisa menularkan virus corona kepada orang-orang sekitarnya.
Dari satu studi di Chicago yang diungkap dr. Yogi, konsentrasi virus di saluran pernapasan atas anak usia 0-5 tahun lebih tinggi dibandingkan orang dewasa. Sementara, studi lain yang dilakukan di Italia menyatakan bahwa penularan virus anak usia <14 tahun lebih efektif (transmission rate 22%) dibandingkan orang dewasa. Institute of Virology di Berlin, Jerman, menemukan saat ini anak bukanlah sumber utama penularan di komunitas, terutama karena paparan terhadap virus masih terbatas. Saat anak-anak mulai beraktivitas di luar rumah, mereka berpotensi menjadi sumber penularan bagi keluarga di rumah.
Baca juga: Tes PCR, Bagaimana jika Masih Positif Setelah Isoman?
Dengan mulai diturunkannya level proteksi saat ini, sementara Omicron masih bersirkulasi bahkan sudah ditemukan subvarian barunya, BA.2, bukan berarti perlindungan terhadap anak-anak boleh mengendur, apalagi anak-anak juga bisa mengalami kondisi buruk seperti dijelaskan di atas. Menghindarkan anak-anak dari Omicron adalah dengan mengutamakan pencegahan.
1. Tetap terapkan protokol kesehatan. Jangan lelah mengingatkan anak-anak untuk pakai masker dengan benar, rajin cuci tangan, jaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas. “Sekolah bukan tempat anak belajar protokol kesehatan. Di mana mereka belajar? Di rumah. Ajari mereka protokol kesehatan secara benar, disiplin, dan konsisten,” saran dr. Yogi.
2. Vaksinasi. Untuk anak-anak usia 6 tahun ke atas, segera upayakan untuk mendapatkan vaksinasi lengkap.
Baca juga:
Apa yang Terjadi Bila Anak-Anak Terkena Omicron?
Orang Tua Wajib Tahu, Ini Gejala Omicron pada Anak
Omicron Menempel 193,5 Jam di Plastik dan 21,1 Jam di Kulit
Mama-Papa Sudah Divaksin COVID-19, Tetap Patuhi Protokol Kesehatan
Protokol Bila Satu Rumah dengan Orang yang Karantina Mandiri
grc
Foto: Shutterstock
Topic
#corona #coronavirus #viruscorona #covid19 #vaksincovid19 #omicron