Beda Bullying pada Anak Laki-laki dan Perempuan
Perundungan atau bullying bukan hanya dalam bentuk olok-olok maupun kekerasan verbal. Bentuk nonverbal seperti tatapan benci atau jijik dan pengucilan juga termasuk dalam kategori perundungan.
Hanlie Muliani, M.Psi, psikolog klinis pendiri Sahabat Orangtua & Anak sekaligus penulis buku Why Children Bully mengatakan bahwa bentuk perundungan yang diterima oleh anak laki-laki dan perempuan bisa berbeda. Hal ini, menurutnya, disebabkan motif yang berbeda.
Iri Hati dan Just For Fun
Menurut pengalaman Hanlie selama menjadi konselor dan aktivis pencegahan perundungan, alasan utama anak perempuan melakukan perundungan adalah karena iri hati, sehingga perundungan dilakukan dengan strategis dan sistematis.
Sedangkan, anak laki-laki menurutnya melakukan perundungan hanya untuk alasan ‘just for fun’. “Awalnya iseng-iseng saja. Hanya untuk senang-senang. Tapi dilakukan terus menerus dari ringan sampai parah,” tuturnya.
Siapa yang Mengalami?
Hanlie menuturkan bahwa anak perempuan yang menerima perundungan umumnya adalah anak-anak yang dominan, misalnya saja paling pintar, paling cantik, atau paling kaya. Hal ini memicu iri hati dari sebagian teman lain.
Sementara, hal berkebalikan terjadi pada anak laki-laki. Mereka menerima perundungan karena inferioritas mereka. Misalnya saja karena mereka adalah seorang difabel, terlalu kurus, terlalu hitam, terlalu lemah, atau memiliki hobi yang berbeda dari teman laki-laki lainnya (memasak atau menjahit, misalnya).
Bentuk Perundungan yang Diterima
Motif berbeda, perundungan yang diterima oleh anak laki-laki dan perempuan pun tidak sama. Hanlie menjelaskan bahwa anak laki-laki umumnya akan mendapatkan perundungan verbal maupun fisik. Mereka bisa saja mendapat olok-olok seperti, ‘goblok’, ‘banci’, ‘kayak cewek’, ‘gendut’, dan lain sebagainya, karena perbedaan yang mereka miliki. Mereka juga mungkin saja mendapatkan perlakuan seperti didorong, disiram air, maupun dipukul. Hal ini tentu merusak kepercayaan diri anak.
Sedangkan perundungan pada anak perempuan, menurut Hanlie, umumnya bersifat ‘silent’ atau senyap. “Anak perempuan kalau melakukan bullying biasanya tidak langsung frontal di depan korban. Melainkan dengan cara menghasut, menggosipkan, menjelek-jelekkan korban di belakang,” tutur Hanlie. Hal ini tidak mungkin dilakukan di depan orang lain seperti orang tua atau guru. “Mereka bahkan bisa terlihat baik kepada korban di depan orang lain,” tuturnya.
Perundungan pada anak perempuan biasanya dilakukan dengan mengucilkan atau membuat korban keluar dari lingkaran tersebut. Hal itu dilakukan pelaku dengan menghasut teman-teman yang lain untuk membenci korban. Dampaknya, korban akan merasa sendiri dan berpikir ada yang salah dengan dirinya karena tidak ada lagi yang mau berteman dengannya.
Untuk itu, orang tua perlu terus mengawasi lingkungan pertemanan anak-anak, apakah anak Anda berada di lingkaran pertemenan yang sehat atau beracun. Tentunya ini untuk melindungi mereka dari perundungan.
Lela Latifa
Foto: Freepik