Suami-Istri Beda Cara Mendisiplinkan Anak, Ini 6 Cara Mengatasinya
“Saya tidak mengizinkan anak-anak untuk main game, tapi suami malah membelikan anak-anak tablet dengan alasan itu bukan bagian dari soal disiplin atau tidak.”
“Papanya anak-anak melarang mereka makan mi instan, tapi diam-diam kalau saya sedang capek masak, saya buatkan itu untuk anak-anak.”
“Saya, kalau mendisiplinkan anak-anak, ya, dengan meminta mereka bertanggung jawab atas kesalahnnya. Kalau suami saya, sukanya menyuruh anak-anak diam di kamar sampai mereka menyadari kesalahannya. Mereka nggak disuruh bertanggung jawab.”
Pernah punya perbedaan cara dalam mendisiplinkan anak dengan pasangan seperti ini, Ma? Tenang, Mama tidak sendirian. Hal ini juga banyak dialami oleh keluarga lain, kok. Perbedaan dalam mendisiplinkan anak ini adalah salah satu penyebab pasangan paling sering bertengkar setelah punya anak.
Perbedaan cara dalam mendisiplinkan anak ini bisa berdampak negatif, lho. Dr. Susan Bartell, psikolog di New York, AS, menegaskan bahwa konsistensi adalah hal yang sangat dibutuhkan. Konsistensi membutuhkan kesepakatan dari semua anggota keluarga. Inkonsistensi akan membuat anak bingung aturan mana yang harus mereka ikuti. “Disiplin yang tidak konsisten sebenarnya dapat memperkuat perilaku negatif karena anak Anda akan terus melakukannya dengan harapan bahwa kali ini ia tidak akan mendapat masalah,” ujarnya.
Lalu, bagaimana cara mengatasi perbedaan cara dalam mendisiplinkan anak-anak ini?
1. Hindari Memperbesar Masalah
Jangan sampai masalah jadi makin besar karena masing-masing orang menyamakan pasangan dengan orang tuanya. Misalnya saja dengan mengatakan kalimat, “Kamu ini lembek banget sebagai orang tua, terlalu memanjakan anak. Sama kayak Mama kamu!” atau “Kamu gampang marah-marah banget, sih, kayak Papa kamu!”
Walaupun keputusan Anda untuk menikah dengan pasangan didasarkan pada banyaknya kesamaan, perlu diingat bahwa Anda dan pasangan adalah dua orang yang berbeda! Artinya, pasti ada kemungkinan Anda dan pasangan mengalami perbedaan.
Perlu disadari bahwa perbedaan pandangan dalam mengasuh dan mendisiplinkan anak adalah hal yang wajar. Dengan demikian, maka Anda akan berhenti berkonflik dan segera melangkah untuk mencari solusi.
2. Diskusikan tentang Pengasuhan Orang Tua Zaman Dulu
Ambil waktu bersama pasangan Anda dan diskusikan tentang bagaimana ia dulu diasuh oleh orang tuanya. Sebab, seseorang biasanya tanpa sadar mempraktikkan cara ia diasuh dulu saat ia memiliki anak.
Tujuan diskusi ini bukanlah untuk saling menyalahkan atau melecehkan. Justru, diskusi ini bisa memberi gambaran tentang bagaimana gaya pengasuhan yang dianutnya serta bagaimana perspektifnya dalam mendisiplinkan anak.
Dengarkan cerita pasangan Anda tanpa diinterupsi. Anda juga perlu menceritakan hal yang sama.
3. Buat Kompromi
Pro dan kontra antara Anda dan pasangan jangan dibiarkan tak terkendali. Akan tetapi, Anda tentu tak bisa membuat pasangan sepenuhnya berbelok menyetujui pandangan Anda dan begitu pula sebaliknya. Oleh karenanya, kompromikan semua perbedaan yang ada.
Dari diskusi poin 1 di atas, ambillah pengalaman positif dan negatif dari pengasuhan masa lalu masing-masing sebagai catatan. Anda dan pasangan bisa mengambil hal yang positif dari pandangan masing-masing. Selain itu, Anda dan pasangan juga bisa sama-sama berbagi referensi dari psikolog, dokter anak, atau media parenting.
Berangkat dari semua catatan tersebut, kembangkan satu set peraturan dan konsekuensi untuk mendisiplinkan anak.
Baca juga: 3 R, Aturan Memberi Konsekuensi kepada Anak
4. Seiya-Sekata di Depan Anak
Pastikan apa yang sudah disepakati bersama harus dijalankan dengan konsisten. Anda dan pasangan harus seiya-sekata di depan anak. Tujuannya adalah agar anak tidak bingung mengenai aturan mana yang harus diikuti.
Selain hal tersebut, seiya-sekata di depan anak ini juga punya tujuan lain, yakni memberi rasa aman kepada anak. Anak-anak melihat hubungan orang tua yang baik sebagai sumber keamanan bagi mereka. Bila anak-anak sering melihat orang tuanya bertengkar, mereka bisa merasa cemas.
Baca juga: Hindari Silent Treatment Saat bertengkar dengan Pasangan, Ini 7 Dampak Buruknya
5. Rajin Konfirmasi pada Pasangan
Jangan remehkan anak-anak. Mereka itu cerdas! Mereka bahkan bisa ‘mengadu domba’ Anda dan pasangan. Misalnya, ia bisa saja mengatakan bahwa Papanya telah mengizinkannya bebas dari konsekuensi yang dibuat Mama untuk merapikan kamar karena tak langsung membereskan mainan.
Bila itu terjadi, jangan buru-buru panas, Ma. Katakan kepada anak bahwa Anda perlu konfirmasi dulu pada Papanya.
6. Terbuka dengan Kompromi Baru
Aturan dan jenis konsekuensi yang sudah dibuat juga perlu dievaluasi. Bila memang dalam jangka waktu tertentu tampak bahwa aturan tersebut kurang efektif, maka jangan terlalu kaku, ya. Anda dan pasangan bisa duduk bersama lagi untuk membuat aturan pengganti.
Baca juga:
The Silent Killer dalam Pernikahan
6 Perbedaan Mama dan Papa dalam Berkomunikasi
4 Cara Komunikasi Yang Membahayakan Pernikahan
10 Kunci Pernikahan Sehat
Bahagianya, Ini 4 Tanda Pernikahan Ideal
LTF
FOTO: FREEPIK
Topic
#keluarga #parentingstyle #parenting #pengasuhananak