3 Langkah Mudah Stop Jadi Helicopter Mom



Pernah dengar istilah helicopter mom atau helicopter parent? Istilah helicopter parent pertama kali digunakan Dr. Haim Ginott dalam buku Parents & Teenagers tahun 1969, yang mana ini adalah julukan yang dibuat oleh remaja kala itu untuk orang tua mereka yang ‘berputar-putar seperti helikopter’ dalam hidup mereka.  
 
Intinya, ini adalah orang tua yang menerapkan pengasuhan helikopter, yang secara berlebihan atau ekstrem fokus atau memberikan perhatian pada semua aktivitasnya, termasuk sekolahnya, dengan tujuannya tidak hanya untuk melindungi anak dari ancaman bahaya, rasa sakit, marah, dan kecewa, namun juga menolong anak menjadi manusia sukses di kemudian hari. Seperti helikopter, orang tua yang menerapkan pengasuhan ini, sadar atau tidak sadar, ‘berputar-putar di atas anaknya’ secara terus-menerus dan terlalu terilbat dalam semua aspek kehidupan anaknya.
 
Pada dasarnya, semua orang tua menginginkan anaknya selamat, jauh dari bahaya. Di mana pun, pengasuhan anak diwarnai rasa cemas. Banyak rambu dibuat agar anak seminim mungkin keluar dari rumah.
 
Rumah yang aman dirancang agar para mama dapat memantau apa pun yang dilakukan oleh anak. Mulai dari safety cam yang dapat Anda akses lewat ponsel agar Anda dapat memantau aktivitas anak di rumah, sampai aplikasi GPS trekker untuk melacak ke mana anak Anda pergi.
 
Kelola Diri Anda
Hidup ini dinamis, anak akan terus tumbuh dan berkembang. Ada saatnya mama mengurangi kecemasan, dan berhenti memantau kegiatan anak agar anak tidak merasa langkahnya terhambat. Kuncinya, hilangkan rasa cemas itu.
 
Coba langkah berikut agar Anda tidak lagi menjadi mata-mata dengan teropong selalu di tangan, atau  terus-menerus menjadi helicopter yang berputar-putar di atas anaknya:
 

  • Lakukan Olah Pernapasan
Begitu bayangan buruk muncul di benak Anda menyangkut keselamatan anak, tenangkan diri, tarik-embuskan napas secara perlahan, lakukan afirmasi positif. Imajinasikan segala hal yang indah menyangkut buah hati Anda. Lakukan hingga Anda merasa tenang.
 
  • Temukan Pemicu Kecemasan Anda
Duduk diam, tulis apa saja yang Anda khawatirkan sebagai orang tua. Manusia macam apa yang Anda khawatirkan dapat membuat anak Anda celaka? Kondisi seperti apa yang menurut pikiran Anda bakal bisa membuat anak Anda tersakiti dan kecewa.
 
Sadari bahwa kita tidak selamanya dapat mendampingi anak-anak kita. Mungkin saat ini kita bisa ada di dekatnya, namun kelak di kemudian hari, dia akan mengepakkan sayapnya, ‘terbang’ jauh dari Anda, dan harus bisa melakukan segalanya tanpa bantuan Anda.
 
Sadari juga bahwa memata-matai anak terus menerus akan menguras energi mental Anda. Sesuai tahap perkembangan usianya, bekali anak dengan sikap asertif untuk menolak orang asing, misalnya. Bekali juga bermacam keterampilan hidup, dari yang sederhana dulu dan menolong dirinya sendiri.
 
  • Dengarkan dengan Penuh Kesadaran
Tahan diri untuk membuka mulut dan melontarkan terlalu banyak komentar, kekhawatiran, kemarahan, atau nasihat panjang lebar. Dengarkan apa pun yang diucapkan atau diceritakan anak tanpa interupsi atau dorongan untuk menanggapi. Biarkan anak bercerita mengapa bibirnya luka dan berdarah-darah sepulangnya dari sekolah. Lukanya bisa saja bukan karena ulah temannya. Jatuh dan terluka lazim dialami anak-anak saat berolahraga di sekolah. Anak akan belajar dari pengalamannya, tanpa Anda harus berkata, “Kayak gini, deh, kalau Mama nggak ngawasin kamu. Sudah berapa kali Mama bilang, kan, kamu nggak nurut, makanya kamu celaka.  Lain kali kamu harus hati-hati, dong….” 

Baca juga:

Apakah Anda Termasuk Helicopter Parent?
 
Immanuella Rachmani

 


Topic

#keluarga #parentingstyle #parenting #pengasuhan anak

 





Follow Us

angket

Most Popular

Instagram Newsfeed

@parentingindonesia