Superfood Untuk Kebugaran Tubuh, Benarkah?
Asupan superfood bukan jaminan tubuh selalu bugar. Masih banyak faktor lain yang memengaruhi kondisi kesehatan tubuh kita.
Dengan harapan mendulang sebanyak mungkin manfaat dari setiap suap makanan yang masuk ke dalam tubuh, kini banyak orang yang menggantikan konsumsi pangan harian dengan jenis makanan yang dikenal sebagai superfood, seperti kale, chia seeds, quinoa, teh hijau, salmon, dan bluberi. Sebuah survey yang dilakukan beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa mayoritas konsumen di Inggris sengaja membeli makanan yang masuk kategori superfood. Di Indonesia, permintaan atas superfood juga meningkat—terutama di kota-kota besar.
Meski menganggap fenomena superfood sebagai sinyal positif yang menandakan keperdulian masyarakat pada pola makan sehat, pakar nutrisi dari New York University’s Langone Medical Center, Despina Hyde, menyatakan bahwa konsep superfood sebenarnya tidak dikenal dalam ilmu gizi. “Pendapat saya, superfood itu lebih pada istilah marketing saja untuk menyebut jenis makanan yang menguntungkan dari segi kesehatan. Tapi sebenarnya, kunci dari pola makan sehat itu bukanlah menyantap superfood sebanyak-banyaknya, melainkan mengonsumsi jenis makanan yang bervariasi dalam porsi seimbang,” ujar Hyde.
Organisasi British Dietetic Association di Inggris juga mengingatkan masyarakat untuk mengonsumsi superfood dalam jumlah sewajarnya saja. Pasalnya, terlalu banyak hal-hal yang dianggap baik juga belum tentu mendatangkan hasil yang baik pula. Konsumsi kale mentah, misalnya, mampu memengaruhi fungsi kelenjar tiroid tubuh apabila disantap terlalu banyak. Selain kale, konsumsi chia seeds dan quinoa secara berlebihan juga bisa mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan.
Itu sebabnya, pakar nutrisi asal Inggris bernama Petronella Ravenshear menyarankan untuk menyikapi tren superfood secara proporsional. Menurutnya, masih banyak jenis buah dan sayuran lain yang mengandung nutrisi ideal—meski tidak berlabel superfood. Pakar nutrisi lain menyarankan untuk memilih mengikuti tren menyantap makanan lokal ketimbang menyantap makanan super. Selain mendukung perekonomian daerah setempat, makanan lokal juga mengandung nutrisi dan enzim yang lebih sesuai dengan kondisi tubuh penduduk yang bermukim di area tersebut.