Bullying di Tempat Kerja, Ini 8 Kelompok yang Rentan Jadi Korban
Sebagai orang tua, Anda mungkin sangat berhati-hati agar anak Anda tidak menjadi korban maupun pelaku bullying. Akan tetapi, Anda mungkin luput memerhatikan bahwa bullying bahkan bisa terjadi di tempat kerja atau pun menyerang Anda sendiri.
Baca juga: Bullying pada Anak, Orang Tua Harus Apa?
Mungkin kasus bullying di tempat kerja terdengar baru bagi Anda. Bagaimana tidak, kasus ini jarang muncul di media. Ditambah lagi dengan pikiran, “Kita, kan, sudah dewasa. Masa, sih, saling nge-bully?”
Namun, bukan berarti bullying di tempat kerja tidak mungkin terjadi. Di Amerika Serikat, sekitar 60 juta pekerja mengalami bullying di tempat kerja. The Workplace Bullying and Trauma Institute, organisasi yang fokus pada penanganan bullying di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 50% orang Amerika menyaksikan bullying di tempat kerja, 19% mengalami bullying langsung di kantor mereka. Sebanyak 29% karyawan yang menjadi target tetap diam tentang pengalaman mereka.
Penelitian ini juga menyebutkan bahwa 61% pelaku bullying adalah atasan di kantor. Sementara, 81% pengusaha dianggap tidak melakukan apa-apa dan menolak mengambil tindakan ketika tahu ada target bullying. Sebanyak 40% orang yang menjadi sasaran, mengalami masalah psikologis seperti anxiety, panic attack, atau depresi klinis. Sejumlah 65% dari korban akhirnya memilih kehilangan pekerjaan untuk menyelamatkan dari dari bullying. Sedih.
Bagaimana Bullying Terjadi di Tempat Kerja?
Sama seperti bullying di sekolah, bullying di tempat kerja juga menyerang reputasi seseorang dan menghancurkan harga dirinya. Bullying bisa terjadi lantaran ada satu atau sekelompok orang yang memberikan intimidasi kepada korban tanpa adanya keseimbangan kekuatan. Bentuk-bentuk bullying yang umum di tempat kerja antara lain adalah cacian, mempermalukan di depan umum, atau pun dikucilkan.
Sherri Mabry Gordon, aktivis pencegahan bullying sekaligus penulis buku Are You Being Bullied mengatakan bahwa bullying di tempat kerja mencakup penindasan verbal, fisik, agresi relasional, penindasan di dunia maya atau jaringan kantor, maupun pelecehan seksual. Akan tetapi, Sherri menyayangkan bahwa yang menjadi pelaku bullying rata-rata adalah atasan atau bos, sehingga banyak karyawan yang menerima perlakuan bullying menderita dalam diam dan tidak berani bereaksi.
Baca juga: Tipe Kantor Idaman Para Working Mom
Lebih Bahaya dari Bullying di Sekolah
Tidak seperti bullying di sekolah, bullying di tempat kerja dapat beroperasi dengan menggunakan sistem, aturan, atau kebijakan kantor yang ada. Artinya, seseorang akan sulit menyelamatkan diri lantaran ikatan sistem pekerjaan.
Misalnya, pemberian tugas tidak masuk akal yang membuat seseorang merasa dipermalukan. Atau, pemberian tugas yang tidak adil sehingga membuat seseorang merasa terkucil, misalnya harus menyelesaikan lembur sementara pegawai yang lain diperkenankan pulang, atau tidak diajak dinas ke luar kota dengan alasan yang merendahkan.
Sherri mengatakan bahwa pelaku intimidasi di tempat kerja bisa begitu mahir dalam menyamarkan perilaku mereka sehingga target yang dimaksud bahkan tidak menemukan alasan untuk melawan. “Sebaliknya, mereka menginternalisasi perilaku dan percaya ada sesuatu yang rusak pada diri mereka sendiri,” tuturnya.
Misalnya, ketika seseorang yang dibully terus menerus dicaci sebagai ‘si tidak becus kerja’ atas kesalahan pekerjaannya di muka umum, alih-alih mencari solusi konstruktif atau membela diri, ia justru larut dalam labeling yang diberikan
Sama-Sama Karyawan, Kenapa Melakukan Bullying?
Bukankah sebaiknya sesama karyawan saling kerja sama? Iya. Akan tetapi, seseorang tidak hanya bekerja untuk tujuan perusahaan, melainkan juga untuk tujuan pribadi atau pencapaian kariernya. Sherri menyebut ada beberapa alasan umum mengapa seseorang melakukan bullying kepada rekan kerjanya, di antaranya:
- Perasaan Iri
Iri hati sering kali menjadi penyebab seseorang melakukan bullying. Pelaku bullying merasa terancam oleh pencapaian target atau kekuatan yang dimiliki oleh target sehingga mereka mendapatkan banyak respons positif dan perhatian. Akhirnya pelaku bullying merasa perlu memperlihatkan hal negatif tentang target di muka umum agar orang-orang malah berbalik menyerangnya.
- Tidak Merasa Aman atau Percaya Diri dengan Kemampuannya Sendiri
Sama seperti bullying di sekolah, alasan ini menjadi motif yang umum. Karena merasa tidak aman dengan apa yang dimiliki sendiri, seseorang bisa jadi menargetkan untuk menjatuhkan reputasi seseorang untuk melindungi posisinya sendiri.
- Ingin Berkuasa
Ada pula pelaku bullying di tempat kerja yang ingin mengendalikan semua individu. Sering kali, orang-orang ini adalah mereka yang memiliki dominasi dalam struktur pekerjaan. Akibatnya, orang yang tidak mematuhinya, akan dijadikan target. Mereka akan menggunakan kekuatan maupun pengaruh di perusahaan untuk melakukan bullying.
Siapa yang Rentan Jadi Korban Bullying di Tempat Kerja
Sudah banyak tulisan atau buku yang membahas tentang siapa saja siswa yang berpotensi jadi sasaran bullying di sekolah. Akan tetapi, masih sedikit sumber yang menunjukkan kriteria orang yang rentan mengalami bullying di tempat kerja.
Melansir dari The Balance Careers, Sally A. Kane, J.D., pengacara sekaligus konsultan legal sebuah perusahaan pemasaran dari Penssylvania, AS memberikan gambaran mengenai siapa saja yang mungkin menjadi korban bullying di tempat kerja:
1. Mereka yang Tampak Pasif
Dengan menganggu orang lain yang rentan atau tidak mungkin membalas, pelaku bisa mengembangkan perasaan ‘kuat’ bagi dirinya sendiri maupun menumbuhkan perasaan dominan. Para korban yang cenderung pasif, patuh, lemah lembut, atau pendiam sering menjadi sasaran.
2. Orang Baru
Di samping itu, orang-orang baru yang belum mengenal lingkungan kantor juga sering menjadi sasaran bullying.
3. Pegawai Difabel
Pegawai difabel juga menjadi pihak yang rentan mengalami bullying di tempat kerja.
4. Pegawai Paling Cerdas, Kompeten, dan Rajin
Jangan dikira bahwa bullying hanya menyerang orang-orang yang tampak lemah saja. Bullying di tempat kerja sangat mungkin dialami oleh pegawai yang cerdas, kompetan, dan percaya diri. Tak hanya itu, pegawai yang sangat rajin pun sering menjadi target.
Mereka dijadikan target lantaran membuat pelaku merasa tidak aman karena cemas kehilangan pujian atas performanya. Pada akhirnya, kompetensi di sini dianggap sebagai kompetisi. Oleh karenanya, pelaku berupaya membuat target terlihat tidak mampu dengan menyabotase pekerjaannya atau menyebarkan rumor untuk menghancurkan reputasinya.
5. Rekan Kerja yang Keterampilan Sosialnya Baik
Lho, punya keterampilan sosial yang baik, kok, bisa kena bullying? Bisa saja. Ada beberapa orang yang iri dengan kemampuan seseorang bersosialisasi, membangun persahabatan di kantor, serta membangun tim. Orang-orang ini tidak rela banyak simpati dan perhatian kepada target yang mengakibatkan kurangnya perhatian yang diterima pelaku.
6. Pegawai yang Jujur
Pelaku bullying tak jarang juga fokus pada karyawan yang memiliki moral serta integritas yang kuat. Hal ini terutama terjadi ketika para pelaku tidak memiliki sifat-sifat tersebut atau ketika nilai-nilai yang diyakini korban bertetangan dengan mereka. Mereka juga cemas kejujuran, keadilan, dan etika yang dijunjung target dapat membahayakan kariernya.
7. Mereka yang Minoritas
Ras, agama, maupun suku dapat berdampak pada bullying. Pegawai yang minoritas tak jarang menjadi sasaran bullying di tempat kerja.
Baca juga: 6 Cara Sederhana Ajarkan Anak Toleransi
8. Yang Usianya Paling Berbeda
Usia bisa menjadi penyebab seseorang menjadi target bullying. Usia yang paling muda atau paling tua biasanya di-bully karena dilekatkan pada labeling tertentu, misalnya ‘belum bisa apa-apa’ bagi pegawai yang paling muda, atau ‘sudah tidak bisa apa-apa’ bagi pegawai yang paling tua.
Baca juga:
Working Mom dan Milenial Rentan Menjadi Orang Tua Perfeksionis
Bekerja Lebih dari 40 jam Seminggu Berisiko Menyebabkan Tekanan Darah Tinggi
4 Manfaat Kebijakan Cuti Ayah untuk Keluarga
4 Kesalahan yang Tidak Disadari Suami Sibuk
LTF
FOTO: FREEPIK
Topic
#duniamama #karier #ibubekerja