Waspada Penyakit Infeksi, Bagaimana Bisa Muncul Kembali?
Pandemi COVID-19 belum sepenuhnya menjadi endemi. Sementara itu, penyakit-penyakit infeksi yang dulu sudah dapat dikendalikan kembali muncul.
Penyakit infeksi terjadi dengan melibatkan keseimbangan 3 faktor: daya tahan tubuh seseorang, ‘agent’ (virus, bakteri, parasit dan jamur), dan kondisi lingkungan.
“Kita tinggal di dunia yang penuh dengan virus, bakteri, dan jamur serta parasit. Tapi kalau kita punya daya tahan tubuh yang baik dan tinggal di lingkungan yang bersih maka kita akan tetap dapat hidup sehat.” Demikian uraian Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K), M.Trop. Paed, dokter spesialis anak, konsultan penyakit infeksi dan penyakit tropis dari RS Pondok Indah, Pondok Indah, dalam sebuah acara Instagram Live di kanal @ayahbunda_ pada hari Kamis, 9 Juni 2022.
Lalu, apakah Indonesia termasuk wilayah yang memiliki banyak penyakit infeksi? Indonesia memiliki suhu dan kelembapan udara yang nyaman. “Saya sudah keliling ke 5 benua, Indonesia itu surganya makhluk hidup. Suhu rata setiap tahun, sinar matahari berlimpah, kelembapan cukup. Tapi ini juga membuat kuman, virus, bakteri dan jamur juga tumbuh nyaman,” ujar dokter yang akrab disapa Prof. Hinky ini.
Lebih jauh, Prof. Hinky menjelaskan bahwa negara-negara dengan penghasilan menengah ke bawah kebanyakan berada di wilayah tropis. “Masyarakat di wilayah tropis ini kurang disiplin dibanding masyarakat dari negara-negara menengah ke atas. Mereka tinggal di negara 4 musim,” kata Prof. Hinky.
Sementara, untuk mencegah berjangkitnya penyakit infeksi, yang perlu dijaga adalah imunitas tubuh dan kebersihan lingkungan. Karena, bila kedua hal itu tidak seimbang, maka penyakit infeksi mudah menyerang. Yang termasuk faktor lingkungan adalah air, sirkulasi udara, kerumunan, higienitas, perilaku, adat, dan budaya.
Oleh karena itu, agar penyakit-penyakit infeksi tidak berjangkit lagi, kita harus berubah, karena virus, bakteri dan parasit juga berubah (mutasi). Kita juga harus bermutasi, yaitu punya kesadaran untuk belajar dari kesalahan masa lampau. Dua setengah tahun lalu kita kedatangan COVID-19 yang mengajarkan kita untuk mencuci tangan, mengenakan masker, tidak berkerumun, mengantre, dan menjaga jarak. “Hidup bersih dan sehat itu harus menjadi refleks kita. Air bersih harus ada,” kata Prof. Hinky.
Baca juga: Tip Mencegah Penyebaran Infeksi pada Anak
Emerging Disease
Apa yang dimaksud dengan emerging disease? Emerging artinya muncul; ada infeksi atau penyakit yang muncul. Kalau sampai meledak dan meluas, dampaknya bisa luar biasa, menimbulkan kematian, lockdown, kelumpuhan sistem kesehatan, dan biayanya dahsyat.
Sebenarnya, penyakit infeksi sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Peneliti Inggris yang menelisik mumi di Mesir menemukan bahwa TBC dan polio sudah ada. Di antara penyakit-penyakit infeksi itu, ada yang sudah bisa dikendalikan, tapi karena kelengahan kita, muncul lagi. Salah satu penyakit yang semula sudah dapat dikendalikan lalu ada lagi adalah ebola. Ada penyakit yang baru muncul, seperti HIV. Selain itu, ada juga virus-virus yang tadinya menyerang binatang, kemudian menginfeksi manusia, seperti flu burung, MERS-CoV (flu unta), swine flu atau flu babi. Sekarang, pandemi belum selesai, sudah datang hepatitis akut dan monkey pox (cacar monyet).
“Jangan lupa, dengue tiap hari ada. Demam berdarah dengue masih ada di Indonesia. Sejak pertama kali COVID-19 masuk Indonesia, demam berdarah dengue tidak pernah turun. Kita heboh COVID-19, DBD asyik-asyik sendiri menginfeksi orang dewasa dan anak-anak dan menyebabkan kematian,” kata Prof. Hinky.
Ia mengingatkan bahwa DBD ditularkan oleh nyamuk, sehingga lingkungan harus dibersihkan agar tidak ada nyamuk yang bisa berkembang biak.
“Gangguan lingkungan ikut mempercepat timbulnya infeksi. Urbanisasi ke kota, hutan dibabat untuk perkebunan sehingga hewan mendekat ke manusia. Peternakan dibuka dalam skala besar terlalu dekat dengan pemukiman. Peternakan besar dengan dua jenis hewan berbeda yang letaknya berdekatan. Aturan jarak yang tidak diperhatikan itu bisa mempercepat timbulnya penyakit,” papar Prof. Hinky.
Lindungi Anak dengan Imunisasi
Dibanding orang dewasa, anak-anak lebih rentan terinfeksi karena sistem imunnya masih belum matang (mature) dan dalam tahap perkembangan. Itu sebabnya, pada usia-usia tertentu, balita rentan terinfeksi. Sementara itu, angka kematian bayi dan batita mencerminkan tingkat kesehataan suatu negara. Di negara-negara maju, angka kematian bayi dan batita rendah karena mereka bisa melindungi anak-anak. Di Indonesia setiap tahun lahir 5 juta bayi, tetapi sebanyak 500.000 meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun.
Penyakit infeksi yang paling banyak menyerang anak Indonesia adalah:
- Infeksi saluran napas, seperti batuk pilek, sesak napas.
- Infeksi saluran cerna, seperti diare.
Baca juga: Pilek dan Flu Bikin Anak Alami Infeksi Telinga?
Orang tua yang cerdas tentu dapat melindungi anak-anaknya dari penyakit-penyakit infeksi. Selain menjaga daya tahan tubuh anak dan kebersihan lingkungan, imunisasi memiliki peran penting. Prof. Hinky mengingatkan agar orang tua tidak lalai memenuhi jadwal imunisasi anak-anaknya. Banyak penyakit yang dapat dicegah dampak buruknya dengan imunisasi. Setidaknya bila sudah diimunisasi ketika mengalami sakit tersebut dampaknya bisa diminimalkan, tidak harus dirawat, dan tidak sampai mematikan.
Salah satunya adalah campak, penyakit lama kini muncul lagi, dapat dicegah dengan imunisasi. "Jangan sampai kita sibuk mencari vaksin COVID-19, tetapi vaksin lain yang tak kalah penting seperti DPT, MR malah terbengkalai. Sekarang campak sedang mewabah di beberapa provinsi di Indonesia. Campak sangat menular dan berbahaya. Bisa mengakibatkan kematian karena dapat menimbulkan komplikasi pada saluran napas. Bisa kena radang paru, bahkan virusnya dapat menyerang otak,” jelas Prof. Hinky.
Pastikan buku vaksin anak Anda tidak hilang, ya, Ma dan Pa. Buku catatan vaksinasi ini penting. Ketika anak-anak pergi ke luar negeri untuk melanjutkan sekolah, misalnya, catatan imunisasinya akan diminta.
Baca juga:
Subvarian Baru Omicron BA.4 dan BA.5, Cepat Menular tapi Gejala Ringan
Kejar Ketertinggalan Vaksin Anak di Bulan Imunisasi Anak Nasional 2022
Cakupan Imunisasi Anak di Indonesia turun, IDAI Luncurkan LITTLe Ku dan I-POINTS
Bagaimana Jika Vaksinasi Anak Terlambat?
Immauela Rachmani (www.ayahbunda.co.id)
Foto: Shutterstock
Penyakit infeksi terjadi dengan melibatkan keseimbangan 3 faktor: daya tahan tubuh seseorang, ‘agent’ (virus, bakteri, parasit dan jamur), dan kondisi lingkungan.
“Kita tinggal di dunia yang penuh dengan virus, bakteri, dan jamur serta parasit. Tapi kalau kita punya daya tahan tubuh yang baik dan tinggal di lingkungan yang bersih maka kita akan tetap dapat hidup sehat.” Demikian uraian Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K), M.Trop. Paed, dokter spesialis anak, konsultan penyakit infeksi dan penyakit tropis dari RS Pondok Indah, Pondok Indah, dalam sebuah acara Instagram Live di kanal @ayahbunda_ pada hari Kamis, 9 Juni 2022.
Lalu, apakah Indonesia termasuk wilayah yang memiliki banyak penyakit infeksi? Indonesia memiliki suhu dan kelembapan udara yang nyaman. “Saya sudah keliling ke 5 benua, Indonesia itu surganya makhluk hidup. Suhu rata setiap tahun, sinar matahari berlimpah, kelembapan cukup. Tapi ini juga membuat kuman, virus, bakteri dan jamur juga tumbuh nyaman,” ujar dokter yang akrab disapa Prof. Hinky ini.
Lebih jauh, Prof. Hinky menjelaskan bahwa negara-negara dengan penghasilan menengah ke bawah kebanyakan berada di wilayah tropis. “Masyarakat di wilayah tropis ini kurang disiplin dibanding masyarakat dari negara-negara menengah ke atas. Mereka tinggal di negara 4 musim,” kata Prof. Hinky.
Sementara, untuk mencegah berjangkitnya penyakit infeksi, yang perlu dijaga adalah imunitas tubuh dan kebersihan lingkungan. Karena, bila kedua hal itu tidak seimbang, maka penyakit infeksi mudah menyerang. Yang termasuk faktor lingkungan adalah air, sirkulasi udara, kerumunan, higienitas, perilaku, adat, dan budaya.
Oleh karena itu, agar penyakit-penyakit infeksi tidak berjangkit lagi, kita harus berubah, karena virus, bakteri dan parasit juga berubah (mutasi). Kita juga harus bermutasi, yaitu punya kesadaran untuk belajar dari kesalahan masa lampau. Dua setengah tahun lalu kita kedatangan COVID-19 yang mengajarkan kita untuk mencuci tangan, mengenakan masker, tidak berkerumun, mengantre, dan menjaga jarak. “Hidup bersih dan sehat itu harus menjadi refleks kita. Air bersih harus ada,” kata Prof. Hinky.
Baca juga: Tip Mencegah Penyebaran Infeksi pada Anak
Emerging Disease
Apa yang dimaksud dengan emerging disease? Emerging artinya muncul; ada infeksi atau penyakit yang muncul. Kalau sampai meledak dan meluas, dampaknya bisa luar biasa, menimbulkan kematian, lockdown, kelumpuhan sistem kesehatan, dan biayanya dahsyat.
Sebenarnya, penyakit infeksi sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Peneliti Inggris yang menelisik mumi di Mesir menemukan bahwa TBC dan polio sudah ada. Di antara penyakit-penyakit infeksi itu, ada yang sudah bisa dikendalikan, tapi karena kelengahan kita, muncul lagi. Salah satu penyakit yang semula sudah dapat dikendalikan lalu ada lagi adalah ebola. Ada penyakit yang baru muncul, seperti HIV. Selain itu, ada juga virus-virus yang tadinya menyerang binatang, kemudian menginfeksi manusia, seperti flu burung, MERS-CoV (flu unta), swine flu atau flu babi. Sekarang, pandemi belum selesai, sudah datang hepatitis akut dan monkey pox (cacar monyet).
“Jangan lupa, dengue tiap hari ada. Demam berdarah dengue masih ada di Indonesia. Sejak pertama kali COVID-19 masuk Indonesia, demam berdarah dengue tidak pernah turun. Kita heboh COVID-19, DBD asyik-asyik sendiri menginfeksi orang dewasa dan anak-anak dan menyebabkan kematian,” kata Prof. Hinky.
Ia mengingatkan bahwa DBD ditularkan oleh nyamuk, sehingga lingkungan harus dibersihkan agar tidak ada nyamuk yang bisa berkembang biak.
“Gangguan lingkungan ikut mempercepat timbulnya infeksi. Urbanisasi ke kota, hutan dibabat untuk perkebunan sehingga hewan mendekat ke manusia. Peternakan dibuka dalam skala besar terlalu dekat dengan pemukiman. Peternakan besar dengan dua jenis hewan berbeda yang letaknya berdekatan. Aturan jarak yang tidak diperhatikan itu bisa mempercepat timbulnya penyakit,” papar Prof. Hinky.
Lindungi Anak dengan Imunisasi
Dibanding orang dewasa, anak-anak lebih rentan terinfeksi karena sistem imunnya masih belum matang (mature) dan dalam tahap perkembangan. Itu sebabnya, pada usia-usia tertentu, balita rentan terinfeksi. Sementara itu, angka kematian bayi dan batita mencerminkan tingkat kesehataan suatu negara. Di negara-negara maju, angka kematian bayi dan batita rendah karena mereka bisa melindungi anak-anak. Di Indonesia setiap tahun lahir 5 juta bayi, tetapi sebanyak 500.000 meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun.
Penyakit infeksi yang paling banyak menyerang anak Indonesia adalah:
- Infeksi saluran napas, seperti batuk pilek, sesak napas.
- Infeksi saluran cerna, seperti diare.
Baca juga: Pilek dan Flu Bikin Anak Alami Infeksi Telinga?
Orang tua yang cerdas tentu dapat melindungi anak-anaknya dari penyakit-penyakit infeksi. Selain menjaga daya tahan tubuh anak dan kebersihan lingkungan, imunisasi memiliki peran penting. Prof. Hinky mengingatkan agar orang tua tidak lalai memenuhi jadwal imunisasi anak-anaknya. Banyak penyakit yang dapat dicegah dampak buruknya dengan imunisasi. Setidaknya bila sudah diimunisasi ketika mengalami sakit tersebut dampaknya bisa diminimalkan, tidak harus dirawat, dan tidak sampai mematikan.
Salah satunya adalah campak, penyakit lama kini muncul lagi, dapat dicegah dengan imunisasi. "Jangan sampai kita sibuk mencari vaksin COVID-19, tetapi vaksin lain yang tak kalah penting seperti DPT, MR malah terbengkalai. Sekarang campak sedang mewabah di beberapa provinsi di Indonesia. Campak sangat menular dan berbahaya. Bisa mengakibatkan kematian karena dapat menimbulkan komplikasi pada saluran napas. Bisa kena radang paru, bahkan virusnya dapat menyerang otak,” jelas Prof. Hinky.
Pastikan buku vaksin anak Anda tidak hilang, ya, Ma dan Pa. Buku catatan vaksinasi ini penting. Ketika anak-anak pergi ke luar negeri untuk melanjutkan sekolah, misalnya, catatan imunisasinya akan diminta.
Baca juga:
Subvarian Baru Omicron BA.4 dan BA.5, Cepat Menular tapi Gejala Ringan
Kejar Ketertinggalan Vaksin Anak di Bulan Imunisasi Anak Nasional 2022
Cakupan Imunisasi Anak di Indonesia turun, IDAI Luncurkan LITTLe Ku dan I-POINTS
Bagaimana Jika Vaksinasi Anak Terlambat?
Immauela Rachmani (www.ayahbunda.co.id)
Foto: Shutterstock
Topic
#balita #kesehatananak