Bijak Beli Mainan Anak
Membahagiakan anak dengan membelikan mainan adalah salah satu cara untuk menunjukkan rasa cinta Anda sebagai mama. Karenanya, Anda tidak pernah berhitungan ketika mengeluarkan uang untuk belanja mainan.
Hasilnya? Lemari penuh sesak oleh mainan. Seringkali, sebagian besar mainan jarang sekali-bahkan ada yang tidak pernah disentuh si kecil. Karena itu, menurut Andy Nugroho, CFP, perencana keuangan dari MRE Financial & Business Advisory, mama perlu bijak dalam membelanjakan uang untuk membeli mainan anak.
Mainan tidak bisa dipisahkan dari dunia anak-anak. Sekarang ini, terutama di kota-kota besar, tren untuk membeli mainan bagi si kecil sudah bergeser dari mainan yang merangsang saraf motorik (mobil-mobilan, kelereng, atau sepeda) menjadi mainan yang berbasis teknologi (gadget dan video game).
Lalu, pasar Indonesia yang kian terbuka terhadap produk impor membuat beragam jenis mainan bermunculan. Hal ini menarik perhatian para orang tua, terutama mama. Nafsu belanja mendadak muncul dan ingat anak saat melihat mainan lucu di display toko. Atau, niat semula ke mal hanya untuk cuci mata dan makan bisa berubah jadi belanja beneran begitu anak merengek minta dibelikan mainan.
Menurut Andy, kesalahan seperti ini kerap dilakukan orang tua. “Mereka membelikan mainan untuk anak berdasarkan emosi, yakni karena dorongan emosi yang berlebihan, seperti rasa sayang yang sangat atau merasa iba pada anaknya yang tidak memiliki mainan yang sama dengan teman-temannya. Atau, ini cara cepat untuk menghentikan ‘teror’ anak bila keinginan dan kemauannya tidak dituruti,” katanya.
Agar tidak boros dalam membeli mainan, Anda perlu lebih mengendalikan emosi Anda sendiri. Harus ada kesadaran bahwa sebesar apa pun rasa cinta dan kasih sayang Anda pada anak, tidaklah tepat bila Anda membanjirinya dengan mainan apa pun yang ia minta.
Selain membuat anggaran belanja membengkak, pembelian mainan yang sesuka hati juga bisa memengaruhi karakter anak nantinya. Ia terbiasa selalu menuntut agar keinginannya dipenuhi oleh orang lain, tidak peduli bagaimana pun caranya.
Anda juga perlu memberi batasan pada anak, kapan dan pada saat bagaimana ia bisa mendapat mainan baru. Selain itu, lakukan tarik ulur pada anak, kapan bisa bersikap keras untuk menolak keinginannya dan kapan harus mengabulkannya.
Sehingga, anak paham mengapa di suatu saat keinginannya dikabulkan dan mengapa di saat lainnya ditolak. “Memberi pemahaman tentang boleh-tidaknya mendapatkan mainan baru ini harus terus menerus diberikan pada anak,” imbuh Andy.