Privasi untuk Anak Praremaja
Privasi untuk anak praremaja memang lebih kompleks. Beberapa mama memutuskan untuk ‘menjaga’ dengan ketat si praremaja dengan alasan mencegah hal-hal yang tak diinginkan, seperti merokok, narkoba, seks bebas, dsb.
Rasa ingin tahu mama yang besar, kadang membuat mama justru malah tidak memberikan privasi sama sekali untuk anaknya yang hampir remaja ini.
Nur Aida, mama 3 orang putri dari Bekasi, mengaku secara rutin selalu membaca diary anak ABG-nya, Irma (11). Ia juga memantau semua media sosial yang dimiliki Irma, termasuk percakapan di BBM-nya. “Irma tahu kalau saya memantau hidupnya, dan itu akan membuat dia selalu berhati-hati dengan apa pun yang dilakukannya,” kata Aida.
Lain lagi dengan Nungky Agiani, mama 3 orang putri yang berdomisili di Jakarta. Sejak putri sulungnya, Nadin (13), kelas 6 SD, ia sudah meminta kamar sendiri dan tak lagi disatukan dengan adik-adiknya yang masih kecil. Nungky tidak mengabulkannya, tapi akhirnya membagi dua kamar tidur anak-anak dengan sebuah lemari sebagai ‘pemisah’.
“Di area khususnya itu, Nadin menyimpan semua benda-benda pribadi yang tak boleh disentuh oleh saya maupun adik-adiknya. Saya menghormatinya. Hanya sesekali saya ‘mengintip’ mejanya untuk melihat apakah ada yang perlu dibersihkan dari situ,” katanya.
Menurut Roslina Verauli, M.Psi., usia 12 tahun ke atas, anak mulai mengenal konsep pertemanan yang lebih luas, yaitu pertemanan dengan lawan jenis. Tak perlu melarang atau merasa khawatir dengan pertemanannya, karena ini sebenarnya merupakan ‘bekal’ bagi mereka untuk memasuki usia dewasa.
Anak harus memiliki pemahaman yang baik tentang lawan jenis, agar kelak ia siap membangun hubungan berkomitmen yang stabil. Tak ada yang benar atau salah dari sikap kedua mama di atas. Kadang, sesekali ‘mengintip’ privasi anak memang diperlukan untuk mengetahui sejauh apa mereka ‘melangkah’ di luar sana.
Tapi, terlalu banyak ‘mengintip’, bisa membuat anak marah dan tak lagi percaya pada Anda. Jadi, sejauh apa, sih, Anda boleh ‘mengintip’ privasi anak?
Yang pasti, ketika melihat perilaku anak mulai janggal, Anda boleh khawatir dan mencari tahu. Tapi, pertama kali, usahakan untuk mencari tahu tanpa ‘mengintip’ privasinya. Anda mungkin bisa memancingnya lewat obrolan dan pertanyaan. Atau, bisa juga dengan mencari tahu lewat teman dekatnya.
Jika pada akhirnya cara tersebut tak membuahkan hasil, Anda boleh-boleh saja ‘mengintip’ privasinya, seperti membaca diary, mengecek timeline di media sosial, dsb. Bagaimanapun, Anda adalah mamanya, kan?