Efek Negatif Tayangan Berita pada Anak
Menonton tayangan berita, seperti berita kriminal, pengeboman, kecelakaan lalu lintas, pesawat terbang jatuh, bencana alam, peperangan, tawuran, dan topik mengguncangkan lain, bisa menjadi hal menakutkan bagi anak-anak. Tapi sebagai orang tua, Mama dan Papa bisa meredam efek negatif tayangan berita tersebut, dan membantu anak memahami kejadian terkini dengan benar. Tayangan berita di media massa memang bisa menjadi sarana edukasi bagi anak, membuat dia mengenal belahan dunia lain, berbagai kejadian, gambaran situasi serta kondisi yang mungkin berbeda dengan yang ada di sekitarnya. Sayangnya, media seringkali hanya melaporkan hal yang buruk.
Padahal, anak-anak rentan meniru perilaku yang didengar, dilihat, serta diberitakan di tayangan berita. Paparan berulang secara terus-menerus terhadap tindak kekerasan pun bisa membuat anak mengalami ketakutan, bahkan trauma, yang pada anak-anak tertentu, malah bisa membuat mereka tumbuh menjadi lebih agresif dan kasar. Oleh sebab itu, Irma Gustiana A.,MPsi, psikolog anak dan keluarga dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia dan ibu dari dua anak, menyarankan Mama dan Papa mewaspadai dan membatasi tayangan berita yang dikonsumsi anak. Pertimbangkan umur, tingkat perkembangan, pengalaman hidup serta “kerentanan” anak dalam menentukan jenis pemberitaan yang boleh dilihat anak, serta seberapa banyak. Jangan biarkan anak sendirian di depan televisi, terutama saat menonton tayangan berita.
“Anak-anak yang masih sangat kecil, usia balita, belum bisa membedakan antara kejadian nyata dan khayalan, sehingga ketakutan yang mereka rasakan saat menonton tayangan berita tentang pesawat terbang jatuh, misalnya, akan terasa nyata,” kata Irma, yang akrab dipanggil Ayank. “Untuk mereka, alihkan perasaan tak nyaman mereka itu ke kegiatan bermain saja.”
Padahal, anak-anak rentan meniru perilaku yang didengar, dilihat, serta diberitakan di tayangan berita. Paparan berulang secara terus-menerus terhadap tindak kekerasan pun bisa membuat anak mengalami ketakutan, bahkan trauma, yang pada anak-anak tertentu, malah bisa membuat mereka tumbuh menjadi lebih agresif dan kasar. Oleh sebab itu, Irma Gustiana A.,MPsi, psikolog anak dan keluarga dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia dan ibu dari dua anak, menyarankan Mama dan Papa mewaspadai dan membatasi tayangan berita yang dikonsumsi anak. Pertimbangkan umur, tingkat perkembangan, pengalaman hidup serta “kerentanan” anak dalam menentukan jenis pemberitaan yang boleh dilihat anak, serta seberapa banyak. Jangan biarkan anak sendirian di depan televisi, terutama saat menonton tayangan berita.
“Anak-anak yang masih sangat kecil, usia balita, belum bisa membedakan antara kejadian nyata dan khayalan, sehingga ketakutan yang mereka rasakan saat menonton tayangan berita tentang pesawat terbang jatuh, misalnya, akan terasa nyata,” kata Irma, yang akrab dipanggil Ayank. “Untuk mereka, alihkan perasaan tak nyaman mereka itu ke kegiatan bermain saja.”