Benarkah anak sudah bermain?
Si kecil memang sering terlihat bermain. Tapi, apakah Anda yakin dia benar-benar bermain? Mudah kok, untuk mengeceknya. Telaah saja ciri-ciri dari aktivitas bermain berikut ini yang disimpulkan dari penelitian oleh Smith, Garvey, Fein & Vandenberg, 1999.
- Dilakukan berdasarkan motivasi dari dalam diri anak, dan untuk kepentingan sendiri. Artinya, tidak ada paksaan dari orang lain.
- Emosi positif yang dirasakan anak, seperti: senang, antusias, bahagia, dll.
- Fleksibel. Artinya, anak mudah beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lain, tidak ada batasan.
- Lebih menekankan proses daripada hasil akhir. Tidak ada tekanan untuk mencapai nilai atau prestasi tertentu.
- Bebas memilih. Anak bebas menentukan acara mainnya, bebas memilih mainan apa yang akan dimainkan, dan bebas menentukan kapan beralih pada aktivitas lain.
- Ada kualitas pura-pura. Ketika bermain, anak seolah terpisah dari dunia nyata. Jadi terlihat asyik sendiri dengan imajinasinya.
- Jika semua ciri terpenuhi, berarti si kecil memang sudah benar-benar bermain!
Kendati menyenangkan, waspadai risiko bermain yang bisa mengarah ke dampak yang justru tidak diinginkan. Mayke S. Tedjasaputra, seorang psikolog yang berkecimpung dalam kajian psikologi bermain, menguraikan tentang risiko ini dalam bukunya, Bermain, Mainan dan Permainan.
- Waktu bermain berlebihan. Jika anak terlalu banyak bermain, akan timbul kebosanan dan waktu untuk melakukan aktivitas lain yang bermanfaat juga berkurang.
- Porsi main sendiri dan main bersama teman tidak seimbang. Main bersama teman sebaya memang penting untuk mengasah sosialisasi anak, tapi anak juga butuh waktu untuk bermain seorang diri. Dengan bermain sendiri, anak juga berkesempatan untuk mengembangkan diri secara personal dan bebas berimajinasi. Jadi, keduanya harus seimbang.
- Ada penekanan berlebihan untuk main sesuai jenis kelamin anak. Misalnya, anak perempuan hanya boleh main boneka, bukan mobil-mobilan. Padahal, anak di usia dini perlu dipaparkan dengan berbagai jenis permainan dan mainan.
- Alat permainan tidak tepat: berbahaya (mengandung cat beracun, misalnya), pilihan orangtua yang dipaksakan, terlalu sedikit jenisnya, terpaku pada label usia pada kemasan mainan (padahal kebutuhan tiap anak beda), terlalu rumit atau sebaliknya terlalu mudah, dan terlalu rapuh sehingga mudah rusak (membuat anak enggan memainkannya lagi).
- Terlalu banyak atau terlalu sedikit campur tangan orangtua. Ada orangtua yang menganggap anak sudah tahu cara memainkan mainannya sehingga merasa tak perlu memberikan arahan. Ada yang merasa anaknya tidak tahu apa-apa, sehingga perlu diajari secara detil. Keduanya tidak baik bagi anak. Yang pertama, anak akan cepat bosan karena tidak tahu cara lain untuk memainkannya. Sedangkan yang kedua, anak akan merasa tidak bermain, karena terlalu banyaknya hal yang diajarkan.
PAR 0208