Arti Nama Anak
Sejak usia kandungan tiga bulan, Niken Wastu Mahestri, calon ibu dari Kebayoran Baru yang kini tengah menantikan kelahiran anak pertamanya, sudah sibuk mencari nama. Sejumlah situs ibu hamil rajin dia masuki, buku-buku nama bayi pun rajin dia buka untuk cari ide. Selama itu pula pilihannya gonta-ganti terus sebelum akhirnya seusai upacara “Nujuh Bulanan”, Januari lalu, Niken dan sang suami, Bayu, sepakat memilih nama Galih, jika anak mereka laki-laki dan Andjani, jika anak mereka perempuan.
Pencarian yang ‘sibuk’ juga dilakukan Angela Wahyuningsih, ibu satu anak yang tinggal di Matraman, Jakarta sejak bulan-bulan awal kehamilannya. Karena waktu hamil itu dia sedang ikut suami tugas belajar di Honolulu, Hawai, sumber yang didatangi untuk dimintai saran dan pendapat tak sebanyak bila berada di tanah air. Nama dari buku-buku yang dibeli di sana pun tak mengena di hati lantaran terlalu kebarat-baratan.
“Nggak lucu kan kalau anakku namanya bule tapi hidungnya pesek,” candanya. Jadilah Ati, nama panggilan Angela, rajin menjelajah internet untuk cari inspirasi. Internet atau buku-buku, memang sumber inspirasi utama yang paling mudah dibuka dan ‘didatangi’ pasangan masa kini.
Survei Parenting Indonesia juga menyatakan, 70 persen responden menggunakan buku-buku nama bayi, ide dari Internet, dan saran-saran dari luar untuk memilih nama anak (lihat boks.) Tak heran, deh, kalau kesibukan mengunjungi dunia maya maupun beredar di toko-toko buku menjadi salah satu kegiatan ibu hamil yang paling digemari.
Pantas pula kalau buku-buku nama anak plus artinya laris manis diminati. Tak percaya? Coba deh, kunjungi toko-toko buku di kota Anda. Di deretan buku-buku “bestseller”, biasanya Anda akan menemukan bukubuku pilihan nama anak di situ. Tapi, baik Anda mencari ide nama anak dari buku, Internet atau dari sumber-sumber lain, beberapa hal berikut mungkin akan selalu termasuk di dalam pertimbangan Anda:
Harus unik
Masih ingat kan, nama anak sulung Melly Goeslaw, Anakku Lelaki Hoed. Karena si anak laki-laki, dan bersuamikan Anto Hoed, nama itulah yang lalu diberikan Melly untuk si bayi. Sesederhana itulah pertimbangannya, tapi meski tak lazim, nama itu justru terdengar unik. Tak kalah unik mungkin adalah nama yang diberikan Iwan Fals untuk putranya (almarhum), Galang Rambu Anarki.
Penyanyi yang kondang karena lirik lagu-lagunya yang sarat pesan itu seolah ingin menegaskan sikap kritisnya kepada penguasa di masa lalu melalui nama sang anak. Keunikan memang sesuatu yang sering dicari orang tua ketika menamai anaknya. Walau sangat menginginkan nama Jawa, Niken, contohnya, tak ingin memilih nama Jawa yang terbilang umum seperti Siti, Sri, atau Dewi.
“Inginnya nama Jawa yang unik dan bagus didengar,” katanya. Kalaupun nama Dewi sempat jadi pertimbangan, Niken mungkin akan memilih untuk menggunakan nama Btari atau nama-nama lain yang artinya sama, agar terdengar lebih unik dan tak umum. Nah, agar nama yang unik dan tak umum itu tidak lalu jadi bahan ledekan kelak, Niken mengetes dulu nama itu dan menanyakan pendapat temanteman dan keluarga besarnya. Jadi, ketika teman-temannya ternyata tak setuju dengan nama Btari, Niken pun urung memilih nama itu.
“Habis bagaimana, teman-temanku bilang, ‘Jangan pakai nama itu ah, aneh’ ya akhirnya aku nggak jadi. Takut nanti nama anakku bukannya jadi unik malah dianggap aneh sama teman-temannya,” katanya. Ati pun rupanya punya pemikiran serupa ketika menginginkan nama yang unik untuk anaknya. “Biar pun unik, nama itu harus gampang diingat. Jadi jangan sampai terlalu unik sampai susah dilafalkan atau kelewat njelimet,” katanya.
Sama seperti Niken, Ati juga tak mau nama anaknya gampang jadi bahan ledekan. “Aku inget waktu kecil dulu, teman-temanku namanya bagus-bagus sementara aku dipanggil Ati dan di rumah sama saudara-saudaraku suka diledekin belati…belati…huh, rasanya sebal, deh.” Ati sadar, rupanya ‘ketidakpuasan’ nya terhadap namanya sendiri itulah yang sedikit banyak berpengaruh dalam pemilihan nama yang unik untuk putrinya.
Memang, sah-sah saja kok, orang tua menginginkan nama yang lebih bagus untuk anaknya, begitu yang dikatakan psikolog Anna Surti Ariani, ibu satu anak dari Cinere, Jakarta Selatan. “Setiap orang kan punya kecenderungan untuk memperbaiki hidup, memperbaiki kualitas generasi penerusnya.
Salah satunya ya dengan memilih nama yang dianggap lebih baik untuk anaknya,” katanya. Tapi bisa juga, nama yang terdengar unik itu sebetulnya tak dimaksudkan unik oleh yang memberi nama. Suku Batak Karo, misalnya, terbiasa memberi nama anak sesuai dengan benda pertama atau kejadian pertama yang ditemui setelah si anak lahir.
Tak heran kalau kampak, hosti, tahan, Lotto (merek sepatu) dan lainlain bisa menjadi nama depan, diikuti oleh nama marga di belakangnya, hingga lalu muncul namanama seperti Kampak Sembiring, Tahan Tarigan, atau Lotto Sebayang. Unik, kan? Keunikan ini masih bertahan, lho, sampai sekarang, meski hanya pada suku Batak Karo dan tidak pada suku-suku Batak yang lain.
Punya makna
Setiap nama pasti juga menyimpan makna, entah disadari atau tak disadari dan dipahami atau tak dipahami, baik oleh si pemberi nama maupun si penyandang nama. Sebelum memahami riwayat namanya, Nina, nama panggilan Anna Surti Ariani, semula merasa minder dengan nama tengahnya, Surti. Waktu itu Nina tak tahu kalau Surti ternyata merupakan gabungan nama kedua orang tuanya, yaitu Suryo dan Tuti.
“Kamu anak pertama bapak dan ibu, kamu merupakan wujud persatuan bapak dan ibu,” begitu ucapan ibunya yang selalu lekat di benaknya. Sejak memahami arti nama yang semula dianggapnya agak kuno itulah, Nina justru berubah menjadi bangga. Ketika menjatuhkan pilihan pada nama Laksita Leialoha, Ati mengatakan, itu karena dalam Bahasa Jawa laksita itu berarti “perjalanan”.
Maklum, dia harus menunggu selama sembilan tahun sebelum akhirnya punya anak. “Benarbenar sebuah perjalanan panjang,” katanya. Sementara Leialoha yang artinya “blessed child” diambil dari bahasa penduduk asli Hawai karena di Hawailah Ati memperoleh berkat Tuhan yang tak terkira dan akhirnya berhasil hamil.
“Jadi, aku dan suami ingin ada kenang-kenangan dari Hawai di dalam nama anak kami. Waktu itu sempat muncul keinginan untuk memilih Noelani, yang artinya “pelangi“ karena di Manoa, tempat kami tinggal di Honolulu itu sering muncul pelangi, tapi akhirnya kami lebih sreg dengan Leialoha,” kisahnya. Arti nama juga penting bagi Nina yang bercita-cita untuk memberi nama anak-anaknya, baik laki-laki atau perempuan, dengan nama yang berarti “bintang”.
Karena itulah pilihannya jatuh pada nama Stella untuk anak perempuan pertamanya. Kalau pun kelak dia dikaruniai anak lagi, dia pun ingin tetap memberikan nama yang berarti bintang, entah itu Lintang, Astro atau Kemukus. “Tapi, kalau nanti aku nemu nama lain yang juga berarti bintang, ya mungkin saja aku pilih nama itu,” tuturnya.
Untuk itu, Nina tetap rajin menambah perbendaharaannya dengan membuka kamus-kamus berbagai bahasa. Dalam tradisi Jawa, arti nama juga sangat penting dan harus menjadi pertimbangan masak-masak, konon agar si anak tak keberatan menyandang nama itu.
Survei Parenting Indonesia juga menyatakan, 70 persen responden menggunakan buku-buku nama bayi, ide dari Internet, dan saran-saran dari luar untuk memilih nama anak. Tak heran, deh, kalau kesibukan mengunjungi dunia maya maupun beredar di toko-toko buku menjadi salah satu kegiatan ibu hamil yang paling digemari. Pantas pula kalau buku-buku nama anak plus artinya laris manis diminati. Tak percaya?
Kalau terlalu berat, wah, si anak bisa terbebani seumur hidup. Parahnya lagi, nama yang terlalu berat dipercaya bisa menimbulkan dampak buruk bagi si anak, entah dia jadi gampang sakit-sakitan, hidup susah, sering bernasib sial, atau mengalami perjalanan hidup yang penuh derita. Penyesalan mendalam juga bisa muncul, lho, jika terlanjur memberikan nama yang jelek artinya pada anak.
Itulah yang dialami Chippy Dio, ibu dari Azhiza Izzati Larastika, yang berdomisili di Jakarta Selatan. Semula nama tengah sang anak bukanlah Izzati yang berarti “agung” atau “tegar”, melainkan Dzania, yang belakangan baru diketahui Chippy artinya orang yang berbuat zina. “Serem nggak, sih? Padahal sekilas nama itu terlihat bagus, tapi itulah kalau kita nggak paham betul artinya,” katanya. Ketika memberikan nama itu, Chippy mengakui bahwa dia memang agak terburu-buru karena harus mengisi surat kelahiran dari rumah sakit untuk segera mengurus akte kelahiran anaknya.
“Nama itu dapat inspirasi dari teman SMAku yang cantik dan lemah lembut. Ternyata, setelah tahu artinya, aku kecewa dan kesal sekali. Itu kan bukan main-main,” ujarnya menyesal. Chippy lebih menyesal lagi karena arti nama itu baru diketahuinya setelah si anak cukup lama memakai nama itu, yaitu enam tahun!
Terbayang, kan betapa bingungnya dia ketika ingin mengganti nama itu karena terbentur berbagai masalah administrasi yang harus dia urus, termasuk rapot dan akte kelahiran. Toh, akhirnya, setelah berdiskusi dengan beberapa guru mengaji, bahkan dengan mantan bosnya yang cukup mengerti makna nama-nama Islam, Chippy pun merasa mantap untuk tetap mengganti nama tengah putrinya.
Menyimpan sejuta harapan
Soal memberi nama memang bukan urusan main-main. Memberi nama tak
bisa dipandang sebagai perkara gampang bagi para orang tua karena melalui nama itulah mereka menaruh harapan pada si anak.
“Ibuku selalu bilang, nama itu kan doa untuk si anak, jadi harus dipilih yang bagus,” kata Niken. “Melalui nama itulah terkandung doa dan harapan akan masa depan si anak,” tambah Nina. Nama-nama Jawa mungkin termasuk yang paling sarat menyimpan doa dan harapan itu. Sebut deh, misalnya, nama belakang seorang teman: Sugiharto. “Sugih” berarti “kaya” dan “arto” berarti “uang”.
Harapan si orang tua tentunya, agar anaknya kelak memiliki banyak uang, alias tak berkekurangan dalam hidupnya. Seorang kawan lain memberi nama anaknya Raditya, yang berarti matahari, dengan harapan agar si anak kelak bisa menjadi penerang bagi sesamanya. Harapan yang dalam juga digantungkan Niken terhadap nama anaknya kelak.
“Dengan memberinya nama Galih yang berarti inti kehidupan, ya seperti itulah harapanku dan suami. Semoga kelak dia bisa menjadi penggerak keluarga, pemimpin dan panutan bagi lingkungan di sekitarnya. Anak laki-laki kan harus berani, tapi ya berani yang bijaksana, tidak ngawur atau asal-asalan.” Sementara bila si anak lahir perempuan dan diberi nama Andjani, Niken berharap agar kelak si anak bisa seperti tokoh Andjani dalam dunia pewayangan, yang merupakan sosok yang berhati lemah lembut dan baik hati.
Begitu pula dengan Nina, yang berharap bila anak-anaknya menyandang nama
yang berarti “bintang”, mereka akan selalu menerangi sesamanya, tanpa harus menjadi nomor satu, tanpa harus menonjol, dan agar jauh dari segala bentuk kesombongan.
Sedangkan unsur nama “gati” di nama belakang Stella Arianatagati putri sulungnya diharapkan membuat si anak kelak menjadi orang yang pintar bergaul dan mudah berbaur dengan segala lapisan masyarakat serta senantiasa peduli pada sesama. Toh, tak semua orang tua, lho, rupanya yang menyimpan harapan tertentu melalui nama anaknya. Meski nama putrinya sarat makna, Ati mengatakan, dia tak punya harapan apa-apa ketika memberi nama anaknya.
“Nggak…nggak terpikir tuh, harapan supaya dia jadi apa, atau supaya hidupnya bagaimana dengan menggunakan nama itu. Terserah dia saja kelak mau jadi apa,” katanya. Ati memilih untuk membiarkan perjalanan hidup anaknya bergulir seperti apa adanya. Apapun nama yang akhirnya Anda pilih untuk anak-anak Anda, si kecil akan terus memakainya untuk waktu yang lama.
Dengan nama itu dia akan melalui hari-harinya; dengan nama itu dia akan bersekolah, bergaul, dan meniti kariernya kelak. Selain unik, sarat makna dan mengandung harapan, mungkin masih ada berbagai faktor yang sudah Anda pertimbangkan, seperti kultur atau akar budaya keluarga, religi dan domisili, serta berbagai faktor lain.
Jadi, apa pun nama yang Anda berikan itu, jangan lupa untuk selalu menanamkan pada si kecil, itulah nama terbaik yang sudah Anda coba berikan untuknya. Dukung pula pertumbuhan rasa percaya dirinya, agar bila ada yang menganggap namanya kurang bagus sekali pun, hal itu tak akan pernah mempengaruhi kemampuannya untuk selalu mengembangkan diri.