Stop Tularkan Stereotip Gender kepada Anak
Disadari atau tidak, stereotip gender adalah hal yang sudah mendarah daging dan dianggap lumrah dalam masyarakat kita. Stereotip gender kerap muncul bahkan sejak anak masih di dalam kandungan. Contoh terdekat adalah ketika Mama dan Papa berbelanja keperluan untuk bayi di dalam perut. Pelayan toko akan dengan sigap bertanya, “Anaknya laki-laki atau perempuan?”
Begitu selesai dengan pertanyaan tersebut, umumnya mereka akan menyodorkan pilihan baju dan perlengkapan lainnya yang didominasi warna biru jika Anda menjawab, "Laki-laki," dan pilihan dengan dominasi warna merah muda jika menjawab, "Perempuan."
Hal ini juga terjadi di rumah sakit. Pihak rumah sakit biasanya membedakan pakaian, bedong, dan selimut untuk anak laki-laki dan perempuan berdasarkan warna, biru dan merah muda.
Tak hanya itu, orang tua mungkin harus mengakui juga bahwa stereotip gender memang sulit dilepaskan dalam pengasuhan anak. Anda mungkin kerap berkata, “Anak laki-laki, kan, kuat. Nggak boleh menangis,” atau “Ini anak perempuan, kok, hobinya manjat-manjat, sih, yang lembut, dong.”
Anak-anak dan Perangkap Stereotip Gender
Jayneen Sanders, seorang penulis yang berfokus pada anak-anak dan advokat kesetaraan gender dalam bukunya No Difference Between Us mengungkapkan bahwa stereotip gender memiliki peran penting dalam membentuk persepsi pada anak-anak tentang bagaimana seharusnya menjadi laki-laki atau perempuan.
Menurutnya, stereotip gender bisa melekat, bahkan sejak usia anak-anak. Anak-anak usia 2-6 tahun akan banyak belajar stereotip tentang mainan dan kegiatan yang terkait dengan jenis kelamin. Misalnya, boneka untuk anak-anak dan mobil-mobilan untuk laki-laki. Anak-anak usia 7-10 tahun mulai mengaitkan sifat atau kualitas tertentu pada laki-laki dan perempuan seperti laki-laki itu kuat, sementara perempuan lebih lemah.
Anak-anak tidak mengerti apa itu gender. Mereka hanya bisa membedakan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Namun dikatakan oleh Laura Davis dan Janis Keyser dalam bukunya Becoming The Parent You Want to Be, pada perjalanannya anak-anak akan membedakan bagaimana laki-laki dan perempuan berdasarkan stereotip gender yang ada di lingkungannya. Anak-anak hanya sebatas memahami bahwa perempuan harusnya menggunakan rok dan laki-laki tidak boleh. Anak laki-laki bermain perang-perangan sementara perempuan main masak-masakan dan sebagainya.
Alasan Mengapa Harus Berhenti Menularkan Stereotip Gender pada Anak
Davis menyebut bahwa stereotip gender akan membuat anak terfokus pada 'mana yang seharusnya mereka' dan 'mana yang bukan mereka'. Oleh karena itu, ada beberapa alasan mengapa orang tua sebaiknya berhenti menularkan stereotip gender kepada anak:
- Membatasi pilihan anak
- Membatasi kreativitas dan imajinasi anak
- Menghambat tumbuh kembang anak
- Anak tidak bisa memahami emosinya
- Membatasi pilihan cita-cita anak
- Menjadi bahan olok-olokan
LTF
FOTO: FREEPIK