Saat Si Kecil Curhat, Ini 6 Respons yang Sebaiknya Anda Lakukan
Anak-anak pasti selalu menikmati setiap cerita yang dibacakan oleh orang tuanya. Sekalipun sudah bisa membaca sendiri, mereka selalu menunggu-nunggu waktu mendongeng. Sebaliknya, orang tua sebetulnya justru selalu menunggu cerita yang dilontarkan oleh anak-anaknya. Bukan dongeng, melainkan cerita tentang kehidupan mereka sendiri.
Mama dan Papa pasti sangat penasaran tentang apa saja yang dialami oleh si kecil di luar rumah, misalnya saja pertengkaran dengan temannya, ia yang kena semprot guru, kalah dalam pertandingan basket atau tidak lolos seleksi tim paduan suara, bahkan tentang ledekan iseng yang ia terima dari temannya. Rasanya, Anda ingin tahu semuanya. Oleh karenanya, saat ia mulai bercerita, Anda pasti akan sangat antusias mengikutinya.
Akan tetapi, jangan sampai karena saking antusiasnya, respons Anda justru membuat si kecil menyudahi ceritanya dan enggan curhat lagi pada Anda. Lalu, bagaimana, sih, sebaiknya cara mendengarkan cerita si kecil dan membuatnya merasa nyaman?
1. Berikan Panggung
Dr. Ruth Peters, psikolog klinis penulis buku The 25 Laws of Parenting, mengatakan bahwa untuk membuat si kecil berbicara lebih banyak, yang harus dilakukan orang tua untuk pertama kali adalah memberikan panggung bagi mereka. Memberikan panggung bisa dimaknai sebagai memberi kesempatan pada mereka untuk berbicara di waktu yang benar-benar tenang dan tanpa distraksi. Singkirkan terlebih dahulu semua peralatan dapur, ponsel, dan semua kesibukan Anda untuk fokus kepada mereka sebagai ‘penampil’ di ‘panggung’ yang mereka ciptakan.
2. Diam dan Dengarkan
Anda sangat mungkin larut dalam emosi yang dirasakan si kecil saat mendengarkan cerita. Misal, Anda mungkin akan ikut kesal saat ada seorang teman anak Anda yang berbuat ulah dengan menyembunyikan bukunya sehingga anak Anda kesulitan menemukan. Akan tetapi, jangan terburu merespons apa pun. Diam dan dengarkan terlebih dahulu.
Ruth berpesan, “Anda harus menjadi pendengar yang baik jika Anda ingin anak-anak Anda curhat kepada Anda.” Tahanlah untuk tidak mengeluarkan komentar yang menyudutkannya, membuatnya di posisi bersalah, atau mengkritiknya. Ini akan membuat si kecil enggan bercerita lagi pada Anda.
3. Identifikasi Perasaannya
“Setelah Anda mendengarkan, bantu anak Anda untuk secara akurat memberi label emosinya,” saran Ruth. Anda bisa menanyakan pertanyaan seperti, “Apa itu membuat kamu marah atau sedih?”
Hindari menyebutnya berlebihan. Merespons curhatannya dengan kalimat, “ah, nggak apa-apa, kok, itu.” atau “kayaknya itu bukan masalah, deh,” hanya akan membuatnya berpikir bahwa apa yang ia hadapi tidak penting bagi Anda dan Anda tidak berada 1 tim dengannya. Ini akan membuat mereka menarik diri dari Anda.
Bila ia sudah bisa mengidentifikasi sendiri perasaannya, kemudian Anda bisa memvalidasi perasaan tersebut bahwa apa yang mereka rasakan adalah hal yang wajar. Sampaikan bahwa tidak apa-apa untuk merasa terluka, marah, kesal, benci, sedih, atau merasa ditinggalkan. Hal ini akan membuat ia yakin dan nyaman curhat dengan Anda karena Anda dianggap bisa memahaminya.
4. Hindari Over-Kritik
Ruth juga berpesan agar Anda mencoba untuk tidak bersikap kritis ketika anak Anda mengeluh tentang masalah. Anda sah-sah saja tidak selalu setuju dengan pikiran atau tindakannya. Akan tetapi, jika Anda terus menerus mengkritik dan menyalahkan anak Anda, maka ia kemungkinan besar akan berpikir 2 kali sebelum berbagi masalahnya dengan Anda lagi dalam waktu dekat.
5. Jangan Menggurui
Perlu orang tua ketahui, bahwa alasan anak untuk curhat bukanlah semata-mata mereka butuh saran atau solusi dari orang tuanya. Terkadang, mereka hanya butuh perasaannya diakui dan dengan cepat mereka bisa ‘pulih’ kembali.
Alih-alih mencecar dengan kalimat seperti, “Kamu seharusnya ….”, Dr. Gail Saltz, M.D., profesor psikiatri di New York Presbyterian Hospital, AS, justru menyarankan orang tua untuk mendorong anaknya untuk mempertanyakan sendiri pikirannya untuk menumbuhkan kemandiriannya sendiri. Menurutnya, menggurui bukanlah cara yang baik dalam menumbuhkan kemandiriannya. Ajak ia berdiskusi dengan mulai melempar pertanyaan seperti, “Kenapa ya, temanmu bisa melakukan itu?” atau “Menurut kamu, apa yang membuat pak guru marah padamu?”
6. Dorong, Bukan Tarik!
Dorong ia untuk mengembangkan alternatif menangani masalahnya. Sekali lagi, hindari menariknya untuk menjalankan ide Anda yang Anda pikir terbaik untuknya. Pancing ia dengan pertanyaan seperti, “Menurutmu apa yang seharusnya kamu lakukan kalau dia melakukan itu padamu lagi?” Biarkan ia melakukannya sendiri dengan bimbingan Anda. Sebab, kalau tidak ia akan selamanya bergantung pada Anda atau orang lain untuk memberikan solusi.
Penting bagi Mama dan Papa untuk menjadi sensitif terhadap kebutuhan si kecil untuk didengarkan untuk memastikan Anda selalu ada untuknya.
Baca juga:
8 Alasan Anda Harus Jadi Teman Curhat Si Kecil
Tempat Curhat Tepercaya Anak
Berbagi cerita dengan si kecil
5 Respons Orang Tua yang Diharapkan Tiap Balita
Curhat Ke Papa, Kenapa Tidak?
(LELA LATIFA)
FOTO: FREEPIK