Persiapan Wawancara untuk Sekolah Anak
Jangan dulu pesimistis dengan sesi observasi dan wawancara yang digelar untuk para orang tua calon siswa. Lupakan sejenak prasangka kalau pihak sekolah mewawacara Anda untuk meminta tambahan uang gedung atau ekstra sumbangan. Beberapa sekolah swasta, terutama sekolah dengan kurikulum yang lebih dinamis, menyelenggarakan sesi wawancara untuk memastikan bahwa murid yang akan bersekolah di sana dikirim oleh orang tua yang punya kesamaan visi, misi, dan kepahaman dengan sekolah tersebut. Perihal anak belum lancar membaca atau menulis dengan rapi, itu bukan hal yang sulit buat diarahkan oleh pihak sekolah, tapi jika antara orang tua, guru, dan pihak sekolah tidak sepaham perihal memberikan pendidikan untuk anak, tentu ini sulit.
Apalagi sekolah dasar akan berlangsung selama enam tahun dengan biaya saat ini yang tak bisa dibilang murah. Susanto, papa dari Naya (7 tahun) berbagi cerita. “Saat akan memasukkan Naya ke sekolah yang punya konsep perkembangan intelektual, kultural, serta spiritual, saya dan istri menghabiskan waktu hingga hampir 2 jam untuk bertemu dengan pihak sekolah. Saya ditanya tentang kebiasaan Naya, kemandirian, kebisaan, dan perihal kedekatan anak dengan kami sehari-hari di rumah. Dalam sesi ini pihak sekolah sama sekali mengecilkan kemampuan dan kebiasaan anak saya dalam hal akademis. Mereka juga bertanya apa harapan saya dan istri dengan mengirim anak tunggal kami ke sekolah tersebut.
Dianti Wirabudi, mama dari 3 anak juga mengalami hal yang sama saat akan memasukkan dua anak pertamanya ke sebuah sekolah berbasis agama di bilangan Pondok Labu, Jakarta Selatan. “Saat itu, pertanyaan sekolah ke saya selain tentang pola pengajaran di rumah, juga menyangkut pendidikan agama yang kami ajarkan di rumah. Sangat detail, hingga perihal doa yang sudah kami ajarkan dan dihafal anak. Saat itu saya jawab jujur kalau belum banyak doa yang dihafal anak. Pihak sekolah cukup fair. Mereka sama sekali tidak mempermasalahkannya.
Apalagi sekolah dasar akan berlangsung selama enam tahun dengan biaya saat ini yang tak bisa dibilang murah. Susanto, papa dari Naya (7 tahun) berbagi cerita. “Saat akan memasukkan Naya ke sekolah yang punya konsep perkembangan intelektual, kultural, serta spiritual, saya dan istri menghabiskan waktu hingga hampir 2 jam untuk bertemu dengan pihak sekolah. Saya ditanya tentang kebiasaan Naya, kemandirian, kebisaan, dan perihal kedekatan anak dengan kami sehari-hari di rumah. Dalam sesi ini pihak sekolah sama sekali mengecilkan kemampuan dan kebiasaan anak saya dalam hal akademis. Mereka juga bertanya apa harapan saya dan istri dengan mengirim anak tunggal kami ke sekolah tersebut.
Dianti Wirabudi, mama dari 3 anak juga mengalami hal yang sama saat akan memasukkan dua anak pertamanya ke sebuah sekolah berbasis agama di bilangan Pondok Labu, Jakarta Selatan. “Saat itu, pertanyaan sekolah ke saya selain tentang pola pengajaran di rumah, juga menyangkut pendidikan agama yang kami ajarkan di rumah. Sangat detail, hingga perihal doa yang sudah kami ajarkan dan dihafal anak. Saat itu saya jawab jujur kalau belum banyak doa yang dihafal anak. Pihak sekolah cukup fair. Mereka sama sekali tidak mempermasalahkannya.