Perlukah Anak Selalu Ikut Tren?
Belakangan ini anak praremaja Anda terus-menerus minta dibelikan mainan, tas, atau pakaian seperti yang dimiliki teman-temannya di sekolah. Kalau permintaannya tidak dituruti, anak mungkin akan bilang, “Tapi Ma, semua teman-temanku punya tas yang seperti itu. Kalau aku nggak punya sendiri, nanti mereka nggak mau berteman sama aku.”
Duh, siapa sih yang tega mendengar rengekan itu? Kita sebagai orang tua pasti langsung merasa terenyuh. Kasihan. Bila tidak dibelikan, ia akan berbeda dengan teman-temannya.
Tak perlu terlalu khawatir, Ma. Sebuah obsesi terhadap tren tak selalu buruk, kok. Hal ini adalah masa transisi yang normal dialami anak. “Ini akan membantu anak mengindentifikasi dirinya dengan kelompok sebaya mereka, yang merupakan bagian dari ‘perpisahan sehat’ dari orang tua mereka,“ kata Susan Bartell, psikolog yang berbasis di Port Washington, NY.
Baca juga : Kursus Fashion untuk Anak
Richard Gallagher, Ph.D., direktur di Parenting Institute, New York University Child Study Center, Amerika, juga mengungkapkan hal yang sama. Menurutnya, pada usia 9-12 tahun, anak akan mulai mengubah fokus perhatiannya dari keluarga ke teman sebaya. “Pandangan mereka tentang hal-hal yang diperlukan untuk menjadi bagian dari suatu kelompok masih dangkal. Mereka pikir, semua orang itu harus seragam untuk bisa bergaul bersama-sama. Nanti, ketika menginjak usia 13-14 tahun, mereka akan merasa lebih nyaman untuk sedikit berbeda dari yang lain,” jelas Richard.
Sedangkan psikolog Vera Itabiliana, S.Psi, Psi. mengatakan bahwa anak ingin mengikuti tren karena ia ingin diterima di lingkungan pergaulannya, ia ingin merasa tetap menjadi bagian dari kelompoknya, dan ia ingin menjadi pusat perhatian. Bila orang tua menolak permintaan anak, ia berpotensi menjadi minder dan merasa tidak menjadi bagian dari kelompok pergaulannya. Padahal menurut Vera, “Untuk anak sekolah dasar, peer group (interaksi dengan teman sebaya) penting peranannya agar anak tak merasa tersisih.”