Penilaian Guru Terhadap Prakarya Anak
Salah satu alasan orang tua membantu menyelesaikan tugas prakarya anak adalah demi mendapatkan nilai bagus.
Menurut psikolog anak Gisella Tani Pratiwi, M.Psi., Psi., “Sistem penilaian sekolah memang memengaruhi orang tua dan anak merespons tugas-tugas dan akademik. Ketika nilai atau hasil akhir mendapat penghargaan lebih daripada perhatian kepada proses pembuatannya. Wajar jika terkadang sulit menghindari sikap mementingkan nilai, bahkan menghalalkan beragam cara untuk mendapat nilai tinggi.”
Psikolog yang aktif di Yayasan Pulih ini menyarankan, guru sebaiknya kritis melihat karya tugas anak muridnya. Jika memungkinkan, beri pendekatan personal kepada anak-anak yang secara konsisten tampak sering dibuatkan tugasnya. “Hal ini bisa dilihat dengan membandingkan pekerjaan anak di sekolah dengan tugas-tugas yang dikerjakan di rumah. Guru juga perlu memberikan pengarahan saat memberi tugas, bahwa anak-anak yang bekerja dengan jujur dan mandiri akan sangat dihargai. Dengan begini anak akan terdorong bekerja secara mandiri.”
Melyawati (33) mama dari Caitlyn (7) menambahkan, ada baiknya tugas prakarya dikerjakan saja di sekolah, sehingga bisa terlihat kemampuan anak-anak dalam menyelesaikan tugas tersebut. “Menurut saya, kriteria penilaian prakarya adalah kerapian agar anak belajar menghargai keindahan, tingkat kerumitan sesuai usia, dan komposisi/harmonisasi antara bentuk dan warna.”
Dari sisi orang tua, sepertinya perlu lebih ‘santai’ menanggapi nilai akademis ini. Apalagi jika berhubungan dengan seni, bisa dikatakan relatif sekali alias tergantung selera. Sedangkan menurut Clara (34) mama Darrel (8), bidang seni sebenarnya bisa menjadi saluran untuk melepaskan ketegangan di tengah-tengah padatnya pelajaran lain. “Yang penting anak senang dan nilainya masih dalam rentang normal. Saya tidak suka membandingkan pekerjaan Darrel dengan teman-temannya. Guru seharusnya juga bisa menilai dan mengukur kemampuan anak. Jangan sampai ‘salah nilai’,” kata Clara lagi.
Pada akhirnya, orang tua perlu memahami bahwa nilai bukanlah satu-satunya hal mutlak yang perlu dikejar. Apalagi jika orang tua sampai ‘bela-belain’ turun tangan menyelesaikan tugas prakarya anak demi mendapatkan nilai bagus. Secara tidak langsung, orang tua akan menanamkan value yang salah, bahwa boleh saja menyerahkan tanggung jawab kepada orang lain, dan mengakui pekerjaan orang lain sebagai pekerjaannya. Perilaku jujur dimulai dari orang tua, lho! Dengan membiarkan anak berproses lengkap dengan segala naik turunnya, sejumlah manfaat pun akan diperoleh oleh anak. “Anak merasa kompeten, mampu, percaya diri, merasa dipercaya, memahami kemampuannya sendiri, lebih mandiri, mendapatkan kesempatan untuk berkreasi, dan melatih kemampuan problem solving,” ujar Gisella.
Ketika anak makin mandiri dan bertanggung jawab, bukankah ini merupakan prestasi tersendiri bagi orang tua karena berhasil mendidik mereka di jalur yang benar?