Mengenal Scaffolding Parenting
Scaffolding parenting adalah gaya pengasuhan yang menekankan dukungan dan bimbingan orang tua dalam proses tumbuh kembang anak menuju kemandirian. Sacffolding parenting berlaku dalam segala aspek, mulai dari konteks perilaku, emosional, sosial, dan pendidikan.
Harold S. Koplewicz, M.D., psikiater anak dan remaja di New York, AS, menjelaskan bahwa untuk mendefinisikan scaffolding parenting, kita bisa menganalogikan anak dengan konstruksi bangunan dan orang tua sebagai scaffolding atau perancah (papan atau besi tebal yang didirikan untuk tumpuan ketika suatu bangunan sedang dibangun. Scaffolding ini yang berfungsi mengelilingi gedung saat proses pembangunan. “Tujuan Anda sebagai scaffolding adalah untuk memberikan dukungan dan struktur, bukan melarang pertumbuhan anak Anda ke arah atau gaya tertentu,” ujarnya.
Nah, scaffolding memiliki kombinasi tiang vertikal serta papan horizontal yang memberikan pijakan yang kokoh untuk pertumbuhan gedung. “Scaffolding naik dengan kecepatan yang sama dengan gedung,” ujar Harold. Jika ada masalah pada bangunan, scaffolding ada di sana untuk melakukan perbaikan dengan cepat.
Tentunya scaffolding ini juga sesuai kebutuhan pembangunan. Tidak semua sisi pembangunan selesai dalam waktu yang bersamaan. Bila satu sisi bangunan sudah selesai dan gedung berdiri tegap, scaffolding bisa dibongkar untuk dinaikkan di sisi lain yang akan dikerjakan. “Akhirnya, setelah bangunan selesai dan siap untuk berdiri sendiri sepenuhnya, scaffolding orang tua dapat runtuh,” imbuh Harold.
3 Pilar Scaffolding Parenting
Scaffolding parenting memiliki tiga pilar penyangga, yakni:
1. Struktur
Struktur mencakup rutinitas, gaya komunikasi, aturan rumah yang menjadi dasar scaffolding Anda. Struktur memberikan rasa aman bagi anak karena apa yang mereka kerjakan dapat diprediksi. Mereka tidak akan kebingungan tentang apa yang harus mereka hadapi. Struktur juga mencakup batasan dan konsekuensi jika melanggar aturan.
“Dengan membangun lingkungan rumah yang terstruktur ketika anak-anak Anda masih kecil, Anda akan menjadi teladan stabilitas,” ujar Harold. Ikatan yang aman antara orang tua dan anak-anak akan memperkuat mereka.
2. Dukungan
Perasaan seorang anak perlu didengarkan dan diakui, bukan dihakimi atau diremehkan. Mereka sangat butuh dukungan dengan empati dan validasi emosional. Mengajari anak-anak untuk menerima emosinya dan mengidentifikasinya adalah hal yang penting dalam scaffolding parenting. Orang tua yang menjalankan gaya pengasuhan ini mengajarkan bagaimana memproses perasaan yang sulit.
Anak-anak yang terbiasa mendapatkan validasi cenderung tidak akan mengembangkan masalah psikologis seperti kecemasan dan depresi yang mungkin mengganggu mereka saat dewasa dan berdampak negatif pada hubungan serta karier mereka.
“Terakhir, memberi dukungan berarti menawarkan instruksi,” tutur Harold. Peran Anda sebagai scaffolding adalah untuk melatih dan memberi instruksi tetapi jangan pernah mengambil alih tugasnya.
3. Dorongan
Dorong anak-anak untuk mencoba hal-hal baru dan mengambil risiko. Bicarakan tentang "mengapa" ketika mereka mengalami kegagalan. Dorong mereka belajar dari kesalahan untuk mengetahui apa yang harus diperbaiki atau ditingkatkan.
Manfaatnya untuk Anak-anak
Menurut Harold, dengan bertumpu pada tiga pilar tersebut, orang tua dapat membantu anak meningkatkan kepercayaan diri, harga diri, dan keterampilan anak mengelola emosi dan menyelesaikan masalah sehingga mereka berkembang menjadi orang dewasa yang suportif, optimis, dan memberikan struktur bagi diri mereka sendiri.
Baca juga:
8 Cara Menerapkan Organic Parenting yang Ramah Lingkungan
Apakah Anda Termasuk Helicopter Parent?
3 Langkah Mudah Stop Jadi Helicopter Mom
3 Perangkap Parenting Paling Umum
LELA LATIFA
FOTO: FREEPIK