Kakak dan Adik Sering Berkelahi. Bisa Jadi Ini Penyebabnya
Awalnya memang hanya bercanda, namun aksi dorong-dorongan antara anak dan kakaknya bisa berubah menjadi aksi saling pukul sungguhan, yang akhirnya berujung kepada salah seorang di antara mereka menangis.
Sebelum Anda naik darah dan memarahi mereka berdua, coba pahami apa yang sebenarnya sedang terjadi antara adik dan kakak ini:
Berebut Perhatian Mama dan Papa
Pada dasarnya, manusia butuh dan senang disayang, dihargai, dan mendapat perhatian. Apalagi, seorang anak. Hanya saja, ketika hadir atau lahir saudara kandung yang baru, seringkali dinamika hubungan antara orang tua dan anak berubah.
“Perhatian yang diberikan orang tua tiba-tiba berubah. Yang tadinya dicurahkan hanya untuk kakak, sekarang harus dibagi keorang lain yang mempunyai posisi sama dengannya, yaitu saudara sekandungnya,” kata Nessi Purnomo, Psi., MSi., psikolog dari Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta.
“Terjadilah ‘perebutan’ perhatian dari orang tua.Bagaimana pun, kakak tetap ingin mendapatperhatian dan kasih sayang dari orang tua seperti dulu.”
Kondisi seperti itu disebut sibling rivalry, alias persaingan antara kakak dan adik. Dalam buku Developmental Psychology Childhood and Adolescence, David R. Shaffer dan Katherine Kipp menyebutkan, sibling rivalry adalah kompetisi, rasa cemburu, atau rasa kesal yang muncul begitu adik lahir (entah itu adik laki-laki atau perempuan).
Menurut Nessi, rasa tersebut timbul karena biasanya orang tua memberi perhatian kepada anak yanglebih muda,“Dengan asumsi, adik butuh perhatian lebih banyak daripada kakak. Asumsinya lagi, kakak cukup bisa mengerti karena sudah lebih besar dan lebih bisa meng-handle dirinya sendiri. Itu sebabnya, ia tidak membutuhkanperhatian sebesar adik.”
Bisa Berubah Jadi Sibling Aggression
Sayang, dalam banyak kasus, pemberianperhatian dan sayang yang lebih besar kepada adik tak hanya akan menyebabkan sibling rivalry, namun juga bisa menimbulkan kekerasan, yang disebut sibling aggression atau sibling abuse.
Menurut Nessi, sibling rivalry pada dasarnya sama dengan bullying, namun dilakukan oleh saudara sekandungnya, yakni si kakak.
“Cuma beda istilah saja. Pada prinsipnya,ketika kebutuhan anak tidak terpenuhi, tersimpan kemarahan yang sifatnya bisa ringan atau berat.
Dan, kemarahan tersebut harus disalurkan. Anak tidak mungkin melampiaskan kemarahannya pada seseorang yang posisinya jauh di atasnya (orang tua), sehingga seseorang yang posisinya di bawah dirinya (adik) yang menjadi sasaran kemarahan.”
Masalahnya, tak jarang, pada perseteruan antara kakak dan adik ini, tanpa pikir panjang, orang tua langsung menegur si kakak.
Padahal, mungkin saja biang keladi sebenarnya adalah adik. Bisa jadi, kakak sudah melakukan sesuatu dengan benar, namun adik menangis. Akibatnya, kakak yang disalahkan.
“Bagi anak, kondisi ini sangat membingungkan. Lebih lanjut lagi, banyak orang tua tidak menyediakan waktu untuk bertanya seputar apa yang sebenarnya terjadi. Karena kakak sudah lebih besar, ia yang harus mengalah,”katanya lagi.
Mama dan Papa Harus Adil
Ketika terjadi sibling aggression, sebagai orang tua, Anda harus melakukan intervensi untuk menghentikan ‘aktivitas’ itu. Dengan cara ini, adik bisa mendapatkan rasa nyamannya lagi. Sementara itu, Anda harus mendekati kakak agar tidak mengulangi aktivitasnya. Jadi,pendekatannya harus dilakukan kepada kedua pihak yang sedang bertikai.
Selain itu, dari pengalamannya menghadapi perseteruan kedua anaknya, Nessi menerapkan aturan yang cukup unik, yakni tidak ada yang namanya kakak harus mengalah kepada adik. Kalau terjadi sesuatu, dua-duanya akan ‘disidang’.
“Biasanya, akan saya minta mereka duduk dan bercerita sesuai versi masing-masing. Dari situ, saya bisa mengetahui siapa yang bersalah. Kalau bersalah, ia sudah pasti ditegur, dan ada sanksinya. Dan, kebanyakan mereka berdua, tuh, sama-sama bisa memulai perkelahian. Namanya juga anak laki-laki,” katanya sambil tertawa.
Jadi, memang bukan melulu kakak yang menjadi pemicu suatu kekerasan. Lalu, mengapa adik senang sekali mencari gara-gara, bahkan bisa menjadi-jadi? Menurut Nessi, “Karena ia tahu bahwa dirinya selalu benar, dan akan dibela oleh orang tua. Itu sebabnya orang tua harus punya waktu untuk anak. Bukan apa-apa, seringkali sulit dibedakan antara main-main dan benar-benar berantem.”
Padahal, ada gejalanya, lho, kalau hubungan antar anak sudah berubah menjadi bullying.“Anda lihat saja perilaku anak sehari-hari. Misalnya, suka menyuruh-nyuruh atau bersikap bossy kepada saudara sekandungnya. Pola seperti itu sudah patut mendapat perhatian orang tua, dan saatnya melakukan intervensi.”
Baca juga : Dampak Persaingan Kakak Adik