Hati-hati mengancam anak
“Kalau kamu tidak mau membersihkan kamarmu, semua mainanmu akan Mama kasih orang!”
“Oke, jadi kamu tidak mau mengerjakan PR mu sekarang, Mama telepon Papa ya... biar kamu berurusan dengan Papamu!”
Mengancam seringkali menjadi cara paling mudah untuk mendapatkan hasil secepat mungkin ketika kita sebagai orangtua sudah kehabisan akal untuk mengendalikan tingkah laku anak. Kendati efektif, ancaman tidak mendidik anak untuk menjadi lebih bertanggung jawab.
Sebaliknya, anak justru cenderung terbiasa diancam dulu baru bergerak. Ancaman juga tidak efektif untuk jangka panjang. Setiap kali Anda menuntut anak melakukan sesuatu, ancaman pun harus meningkat atau ‘lebih kejam’ daripada yang sebelumnya. Sampai kapan Anda sanggup seperti ini?
Menurut Adele Faber, penulis buku How to Talk so Kids Will Listen and Listen so Kids Will Talk, ancaman adalah bentuk rasa tidak percaya orangtua atas kemampuan anak untuk mengatur hidupnya, sehingga butuh ada ancaman untuk memastikan anak melakukan tugas-tugasnya. Lebih jauh lagi Adele mengemukakan, anak yang terbiasa diancam akan tumbuh menjadi anak yang tidak punya kepercayaan diri, mudah takut, atau sebaliknya cenderung memberontak.
Sebenarnya masih ada alternatif lain selain memberikan ancaman pada anak. Coba kita lihat beberapa diantaranya:
- Ajukan pilihan. “Rapikan kamarmu sekarang supaya waktu menontonmu lebih lama, atau rapikan nanti dan kamu tidak bisa menonton acara favoritmu sama sekali.”
- Beri batasan. “Sepuluh menit lagi Bunda akan bereskan meja makannya, kalau kamu tidak makan sekarang, kamu bisa makan nanti malam saja.”
- Tetapkan aturan main: apa saja tugas/kewajiban anak dan konsekuensi jika ia tidak memenuhinya. Lakukan ini di awal sebelum ada pelanggaran, sehingga anak sudah tahu akibat yang akan ditanggungnya. Jadi, Anda tidak lagi perlu mengancam, cukup mengingatkan saja!