Anak Juga Bisa Diajarkan Mengenali Berita Hoax di Internet
Maraknya isu berita bohong (hoax) akhir-akhir ini memang membuat kita, sebagai orang tua, merasa was-was. Karena pada kenyataannya, tak hanya orang dewasa, anak-anak pun, terutama yang sudah mengakrabi internet dan media sosial, bisa terpengaruh oleh berita hoax tersebut.
Mengajarkan anak-anak untuk kritis dalam bermedia dan tidak mudah menelan informasi apa pun yang mereka dapatkan dari internet mentah-mentah pun menjadi sesuatu yang penting dilakukan oleh orang tua. Tidak mudah memang melatih anak untuk dapat mencerna informasi yang sehat, tetapi mungkin dilakukan, kok, Ma.
Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa mulai Mama ajarkan kepada anak, agar ia tidak mudah percaya begitu saja semua informasi yang ia temukan di dunia maya.
Teliti situs web. Umumnya situs atau sumber bacaan dari media besar akan secara hati-hati, tidak memprovokasi, dan faktual dalam menyajikan bahan berita. Cek status media tersebut sudah terverifikasi atau belum pada kolom data pers milik Dewan Pers di dewanpers.or.id. Anda juga bisa mengajarkan anak membedakan akun berita yang asli maupun blog, dengan memerhatikan alamat situs, apakah itu dari blogspot, .com, .io, dsb.
Bedakan (tulisan) fakta dan opini. Ajarkan anak untuk mencari tahu mana tulisan fakta dan opini. Opini merupakan tulisan yang dibuat berdasarkan pikiran seseorang, misalnya pada blog, sedangkan berita merupakan fakta yang dimuat di media massa dan memuat informasi dari beberapa pihak pelaku berita secara berimbang, tidak hanya satu.
Selain itu, minta anak mencari tanda-tanda berita berkualitas rendah, yang membuat ia harus skeptis dengan berita itu, misalnya judul maupun isinya berhuruf kapital semua, banyak kesalahan tata bahasa pada berita utama, sumber berita tidak jelas, dan gambar sensasional (editan).
Ajak anak memeriksa "Tentang Kami" pada bagian situs untuk mencari tahu siapa mendukung situs atau yang terkait dengan itu.
Cek sumber lain. Bila anak menemukan bahan bacaan (misalnya berupa opini), minta ia langsung percaya begitu saja, melainkan ajak ia melakukan cek dan ricek dari sumber berita media lain. Ajarkan anak untuk memeriksa Wikipedia dan Google sebelum mempercayai atau berbagi berita di media sosialnya. Pertimbangkan apakah media utama lain melaporkan berita yang sama. Jika mereka tidak, belum tentu tidak benar juga, melainkan itu berarti anak harus menggali lebih dalam.Cek korelasi foto dan caption. Umumnya penyebar hoax menggunakan foto lama, lalu mengubah caption secara provokatif. Uji kebenaran foto tersebut menggunakan Google Images.
Baca Juga: Mengenalkan Budaya Membaca Kepada Anak