Agar Anak Bisa Manfaatkan Teknologi Untuk Belajar
Anak-anak yang mulai bersekolah pada dekade ini adalah anak-anak yang kita sebut sebagai digital native. Riset Ocfom di Inggris menunjukkan bahwa anak-anak usia 6 tahun kini memiliki pemahaman yang sama tentang penggunaan teknologi seperti orang berusia 45 tahun. Begitu banyak keluarga yang memiliki tablet di rumah, sehingga anak-anak telah melek media bahkan sebelum mereka masuk sekolah dasar. Di sisi lain, Anda juga akrab dengan saran para ahli untuk mengawasi waktu penggunaan gawai (gadget) bagi anak-anak. Lepas dari pro dan kontranya, kita tak bisa mengelak bahwa anak-anak kita adalah generasi pemelajar digital.
Salah satu konsekuensi logis yang terjadi adalah cara belajar anak-anak sekarang pun sangat berbeda dengan kita dulu. Teknologi digital adalah bagian penting dari dunia mereka. Anak-anak menggunakannya untuk terhubung satu sama lain, meski terpisah waktu dan tempat yang jauh, belajar keterampilan baru dan hal-hal yang mereka minati tanpa batas. Belajar tidak lagi terbatas pada kegiatan di dalam kelas, tetapi menjadi kegiatan luas di dunia maya. Anak bisa berhubungan dengan murid dan guru lain di luar sekolah, juga para ahli di belahan dunia berbeda. Akses mereka pada sumber-sumber belajar menjadi amat luas.
Agar belajar menggunakan teknologi digital benar-benar bermanfaat bagi anak, ada beberapa keterampilan belajar dasar yang harus dikuasai. Salah satunya dikenal sebagai media literacy. Lebih jauh dari sekadar cakap membaca dan menulis, media literacy atau melek media adalah kemampuan mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan media. Anak yang memiliki media literacy yang baik dapat memahami pesan kompleks yang diterimanya dari televisi, radio, internet, surat kabar, majalah, buku, billboard iklan, film, musik, video games, dll.
Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama juga menjadi lebih penting dari sebelumnya. Kelak, anak akan bertemu dengan beragam orang dari berbagai belahan dunia. Jika ia tak cakap mengomunikasikan gagasan dalam berbagai cara, meski bisa bicara dalam beberapa bahasa, barangkali tak ada gunanya. Begitu pula dengan kemampuan bekerja sama. Untuk bisa bekerja sama dalam lingkungan yang plural dan tak terbatas ruang dan waktu, ia harus memiliki empati, sopan santun, dan toleransi yang baik.
Keterampilan berkomunikasi dan bekerjasama ini dikelompokkan dalam 21st century learning skills bersama dengan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah. Salah satu yang menonjol dalam penggunakan teknologi dalam belajar adalah kegiatan belajar yang bergeser dari mengonsumsi dan menghapal informasi ke arah menyajikan dan menciptakan informasi. Ini membutuhkan kreativitas yang terkait dengan keterampilan berkomunikasi tadi. Anak-anak bisa produktif menggunakan gawai, misalnya dengan membuat video pendek tentang apa yang dipelajarinya dalam pelajaran sejarah, atau membuat tulisan dengan teratur untuk dimuat di blog.