4 Ciri Anak Stres Selama Pandemi
Di awal pandemi, banyak yang mengeluhkan stres lantaran harus beradaptasi dengan new normal: bekerja dari rumah, ada sejumlah gaji yang dipotong, aktivitas di rumah meningkat karena harus berkali-kali memasak untuk seluruh keluarga di rumah, kegiatan disinfeksi yang sebelumnya tak pernah ada, maupun harus memakai masker. Tak hanya orang dewasa, anak-anak pun mengalami masa sulit untuk menyesuaikan diri sekolah jarak jauh, les dengan zoom, dan juga tak bisa bertemu teman-temannya.
Nah, di bulan ke tujuh pandemi ini apakah Anda sudah bisa mengurai stres Anda sendiri? Bagaimana dengan anak-anak? Apakah mereka juga semakin terbiasa atau justru semakin bosan dan stres selama #dirumahsaja? Atau, justru Anda sebagai orang tua tidak mengenali bahwa si kecil saat ini mungkin sedang mengalami stres?
Roslina Verauli, M.Psi., Psi., Psikolog Klinis Anak, Remaja, dan Keluarga, menyayangkan banyak orang tua yang bahkan tidak mengetahui bahwa anaknya mengalami stres selama pandemi ini. Verauli bersama rekan-rekannya di Universitas Tarumanegara mengadakan riset kepada 519 orang tua Indonesia di bulan ke tiga pandemi untuk mengetahui hal ini. “Dari riset yang ada, kebanyakan orang tua nggak paham atau nggak mampu mendeteksi saat anak mengalami stres. Atau, sebetulnya kita nggak paham anak kita mengalami stres,” ujarnya.
Verauli menyampaikan bahwa tanda-tanda keluhan berikut ini bisa menjadi tanda bahwa anak mengalami stres:
-
Anak merasakan keluhan fisik, misal sakit kepala, mudah lelah, atau sakit perut. Menurut Verauli, stres memengaruhi seluruh sistem tubuh, termasuk endokrin dan gastro atau pencernaan. Anak-anak barangkali mengeluhkan gas di perutnya jadi lebih banyak, bahkan bisa sampai diare.
-
Anak mulai menampilkan perubahan emosional seperti suasana hatinya naik turun, mudah marah, merasa kekurangan kasih sayang Mama atau Papa, atau pun merasa selalu gagal atau tidak kompeten.
-
Anak menunjukkan perubahan perilaku. Misal, jam tidurnya berubah menjadi sangat larut, sulit makan, atau malah jadi hobi sekali makan. Verauli mengatakan bahwa saat stres, beberapa orang justru makan lebih banyak. “Pada saat kita stres, justru pilihan makanan kita jadi makanan yang nggak sehat, kalori yang tinggi dan buruk.”
-
Anak mengalami masalah interaksi dengan orang-orang di sekitar, misalnya lebih mudah bertengkar.
4D
Lalu, kapan kita tahu bahwa keluhan-keluhan ini sudah mengganggu dan butuh menemui pakar? Verauli mengatakan bahwa ada 4 kondisi di mana orang tua direkomendasikan untuk lebih baik membawa anak-anak ke profesional, yakni:
-
Distress
Anak-anak tampak selalu down. “Emosinya lebih banyak negatif daripada positif,” ringkas Verauli.
-
Deviance
Anak-anak mulai menunjukkan perilaku yang menyimpang. Misal, bila dibandingkan dengan teman sekelasnya, si kecil paling enggan menyelesaikan tugas, paling tidak tahan duduk berlama-lama saat zoom, atau memainkan rambut sampai rontok saat mengikuti kelas online.
-
Danger
Anak-anak mulai menunjukkan perilaku yang apabila tidak segera ditangani maka akan berdampak bahaya. Misal, ketika ia mulai terus-terusan melakukan bullying pada adiknya di rumah atau pada temannya melalui media sosial.
-
Dysfunction
Kegiatan sehari-hari anak selalu terganggu seperti ia tidak bisa konsentrasi belajar, selalu menghindari sekolah, atau jam tidurnya berubah drastis.
Verauli memperingatkan agar orang tua benar-benar peka dengan tanda-tanda stres anak. “Pada saat stres, perwujudannya beda dengan orang dewasa. Orang dewasa mampu mendeteksi, menceritakan, anak-anak nggak. Mereka nggak ngeh bahwa mereka bermasalah,” ujarnya. Oleh karenanya kepekaan orang tua dan kemampuan mendeteksi sangat dibutuhkan untuk segera membantu mereka.
Baca juga:
Pandemi Belum Usai, Ini 5 Cara Jauhkan Anak-anak dari Stres
5 Cara Mencegah Stres Karena Corona
Pandemi Memengaruhi Kesehatan Mental Anak
Mengelola Ketakutan Anak-Anak tentang Corona
9 Cara Mengatasi Mental Habit Yang Buruk
(LELA LATIFA)
FOTO: FREEPIK
Topic
#corona #coronavirus #covid19 #covid-19