Perasaan Bersalah Ibu Bekerja Pemicu Stres Kronis
Anak adalah anugerah terindah yang dimiliki oleh orang tua. Namun, tak jarang setelah kelahiran seorang bayi mungil, Mama menghadapi dilema besar yang berujung pada stres kronis. Dilema tersebut adalah soal karier dan pengasuhan. Di satu sisi, Mama ingin terus tumbuh sebagai seorang individu yang dapat mengaktualisasikan diri, sementara di sisi lain, Mama merasa bahwa mengasuh anak menjadi prioritas yang harus dipenuhi setiap ibu.
Tak pelak, kondisi ini membuat Mama seperti berada dalam dua pilihan sulit. Memilih untuk terus berkarier, tapi tidak bisa sepenuhnya mengurus anak dalam keseharian, atau justru meninggalkan karier dan fokus mengurus anak—yang artinya harapan Mama akan aktualisasi diri harus tersimpan rapat.
Anda, dan mungkin banyak Mama lain yang berpikir, “Apakah saya benar-benar harus memilih?” Faktanya, nih, tidak sedikit jumlah para Mama di luar sana yang berhasil melakoni keduanya: bekerja dan mengurus anak.
Baca juga: 6 Mental Habit yang Buruk
Harapan vs Kenyataan
Melakoni keduanya—mengasuh anak dan bekerja—ternyata tidak membebaskan Mama dari perasaan bersalah. Seorang asisten profesor sosiologi dari Washington University, Caitlyn Collins menghabiskan waktu selama lima tahun untuk meneliti bagaimana para ibu di empat negara barat menyeimbangkan karier dan pengasuhan anak-anaknya. Hasil penelitian tersebut kemudian terbit dalam buku berjudul Making Motherhood Work. Di balik keseimbangan antara karier dan pengasuhan ini, Collins menemukan adanya konflik internal dalam diri ibu bekerja yang memicu perasaan bersalah mereka.
Menurutnya, para perempuan terjebak pada harapan ideal tentang menjadi ibu dan menjadi seorang pekerja. Sebagai ibu, mereka ingin menjadi pengasuh utama. Namun, dengan menjadi pekerja, mereka harus berkomitmen terhadap pekerjaan. Beban tersebut ditambah dengan bayangan masa kecil di mana seorang anak mengharapkan kasih sayang dan pengasuhan seutuhnya dari orang tua.
Caitlyn menunjukkan bahwa para perempuan di beberapa negara yang ditelitinya meyakini bahwa anak-anak dirugikan bila tidak dibesarkan langsung oleh ibunya dan ini membebani saat mereka berkarier. Tak jarang, mereka juga mendapat stigma buruk sebagai ibu yang tidak peduli kepada anak. Masalah ini sepertinya dekat dengan kita yang ada di Indonesia ya, Ma.
“Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka mampu menggabungkan pekerjaan dengan gaji dan membesarkan anak dengan cara yang tampak adil serta tidak merugikan mereka di rumah atau di tempat kerja,” ungkap Caitlyn.
Baca juga: 9 Calon Pekerjaan Menarik untuk Anda yang Ingin Mengaktualisasi Diri
Perasaan bersalah dan stres kronis
Caitlyn melanjutkan bahwa ibu yang berkomitmen pada karier namun terlalu banyak mengambil waktu untuk mengurus anak dianggap melanggar skema pengabdian kerja. Sementara mereka yang mendelegasikan pengasuhan anak kepada day care, baby sitter, atau keluarga dianggap melanggar skema pengabdian keluarga. Pandangan masyarakat seperti ini alhasil membuat seorang ibu menyalahkan dirinya sendiri. Mereka menyalahkan dirinya karena harus meninggalkan anaknya.
Selama penelitian, tak jarang Caitlyn mendapati para ibu menangis ketika ia mengatakan bahwa mereka tidak bersalah. Namun, para ibu ini masih berkeras diri bahwa semuanya tidak akan seperti ini bila mereka berusaha lebih keras. Dari sini Collins melihat bahwa rasa bersalah membuat seorang ibu tenggelam dan stres kronis yang sulit untuk diselesaikan sendiri.
Baca juga: 7 Manajemen Stres untuk Mama
Bila Mama juga masih selalu menyalahkan diri sendiri karena harus bekerja, cobalah buang jauh pikiran tersebut. Yang diharapkan anak adalah sosok ibu yang bahagia. Mama yang bahagia bisa membawa kebahagiaan untuk diri sendiri dan keluarga. Sadari bahwa ini bukanlah kesalahan, melainkan pilihan Anda untuk berkomitmen kepada keluarga. Anak-anak akan belajar banyak dari Mama yang bekerja tentang cita-cita, tanggung jawab, dan kemampuan manajemen waktu. Lagipula teknologi akan membantu kita semua. Mama tetap bisa memberi ASI ekslusif dengan memompa ASI di tempat kerja. Mama bisa tetap memantau si kecil dari CCTV, atau bertatap muka jarak jauh dengan video call.
Baca juga:
Redam Rasa Bersalah Ibu Bekerja
Hak Menyusui Bagi Ibu Bekerja
8 Tanda Atasan Melakukan Bullying di Tempat Kerja
11 Tip Tetap Produktif Selama Kerja dari Rumah (Bagian 1): Suami to the Rescue
11 Tip Tetap Produktif Selama Kerja dari Rumah (Bagian 2): Komitmen Mama
11 Tip Tetap Produktif Selama Kerja dari Rumah (Bagian 3): Mengendalikan Anak-anak
LELA LATIFA
FOTO: PEXELS/NUGROHO WAHYU
Updated: Januari 2022
Topic
#duniamama #karier #ibubekerja