Hindari Silent Treatment Saat bertengkar dengan Pasangan, Ini 7 Dampak Buruknya
Kalau sedang bertengkar dengan pasangan, biasaya apa, sih, yang Mama lakukan? Pernah tidak memilih mendiamkan Papa? Kalau sudah perang dingin seperti itu, biasanya sampai berhari-hari tidak? Memilih mendiamkan saat berkonflik bisa disebut silent treatment, Ma.
Baca juga: 50 Daftar Hal Sensitif yang Dapat Membuat Pasangan Bertengkar
Lebih jelasnya, silent treatment adalah tindakan mendiamkan, mengabaikan, atau mengecualikan seseorang ketika menghadapi konflik. Kipling Williams, Profesor Psikologi di Universitas Purdue, AS mengatakan bahwa dalam silent treatment, seseorang memilih untuk diam umumnya karena berpikir bahwa dengan diam, tidak akan terjadi keributan yang lebih besar.
Padahal, sesungguhnya yang terjadi adalah sebaliknya. Diamnya orang-orang yang melakukan silent treatment bukan karena mereka merasa masalah selesai atau telah bisa menerima keadaan. Menurut William, silent treatment alih-alih dapat meredakan masalah, justru merupakan sebuah cara yang digunakan untuk menghukum atau memanipulasi orang lain.
Karen Young, psikolog di Australia mengatakan bahwa silent treatment dapat merusak pernikahan. Menurutnya, salah satu penyebab perceraian bukanlah karena pasangan pernah atau sering bertengkar, melainkan bagaimana mereka menghadapi pertengkaran tersebut.
Apa saja dampak buruk dari silent treatment sehingga Anda harus menghindarinya ketika bertengkar dengan pasangan?
1. Melukai Pasangan
Karen menyebut bahwa silent treatment mengaktifkan anterior cingulate cortex, yakni bagian otak yang mendeteksi rasa sakit fisik. Menurutnya, silent treatment benar-benar cara untuk memberikan memar yang tidak terlihat.
Bayangkan saja, bagaimana kita tidak terluka bila diabaikan atau tidak dianggap? Korban silent treatment akan merasa tidak dicintai atau tidak dibutuhkan karena pendiaman ini.
2. Merusak Kesehatan Mental
Silent treatment terjadi ketika ada satu pihak yang ingin menyelesaikan masalah namun ditanggapi dengan didiamkan oleh pihak lain. Sederhananya, ‘dibiarkan menggantung’.
Joel Cooper, Profesor Psikologi di Princeton, AS mengatakan, bahwa dalam jangka pendek, silent treatment itu bisa menyebabkan stres yang dalam jangka panjang dapat bermasalah bagi kesehatan mental. “Kita manusia memerlukan kontak sosial untuk kesehatan mental kita.”
Sementara, bagaimana dengan pelaku? Menurut Williams, pelaku silent treatment akan hidup dalam keadaan amarah dan negativitas yang konstan. Hal ini tentu juga tak baik bagi kesehatan mental, bukan?
3. Mengurangi Kepuasan Pernikahan bagi Kedua Pihak
Dr. Paul Schrodt, Ph.D., Profesor Ilmu Komunikasi di Texas yang telah meninjau berbagai studi hubungan dengan lebih dari 14.000 peserta mengungkapkan bahwa silent treatment dapat mengurangi kepuasan hubungan bagi kedua pasangan, mengurangi perasaan keintiman, dan mengurangi kapasitas untuk berkomunikasi dengan cara yang sehat dan bermakna. Wah, jadi dampaknya bukan hanya untuk korban saja, ya.
Baca juga: 6 Perbedaan Mama dan Papa dalam Berkomunikasi
4. Konflik Tak Kunjung Usai
Menurut Schrodt, silent treatment akan membuat pasangan terlibat konflik yang tak kunjung usai. Menurutnya, kedua pihak bisa terkunci dalam pola ini karena masing-masing akan saling menyalahkan. “Mereka masing-masing melihat yang lain sebagai penyebabnya. Satu pasangan biasanya akan mengeluh bahwa yang lain tidak tersedia secara emosional. Yang lain akan menuduh pasangannya terlalu menuntut atau kritis,” imbuhnya.
5. Menyebabkan Berbagai Sakit Fisik
Selain masalah emosional seperti kecemasan dan agresi, ternyata silent treatment juga dapat menyebabkan sakit fisik. Menurut Schrodt, dalam jangka panjang, silent treatment dapat menyebabkan disfungsi ereksi, masalah urin, dan usus.
Baca 6 Pengaruh Stres Terhadap Kesehatan Fisik dan Emosional Anda lebih lengkap
6. Pernikahan Menjadi Toksik
Menurut Williams, silent treatment adalah tindakan manipulatif. Tindakan ini dapat membuat korban merasa serba salah dan akhirnya berdamai dengan pelaku serta menuruti keingiannya. “Bahkan jika korban tidak tahu mengapa mereka meminta maaf,” terangnya. Artinya, keinginan korban dalam hal ini tidak ikut dikompromikan. Kalau sudah begini, jadi toksik, ya, hubungan pernikahannya.
Ketahui 7 Tanda Pernikahan Toxic
7. Bak Pasir Isap
Williams mengatakan bahwa pelaku mungkin tidak pernah mengira bahwa mereka akan melakukan silent treatment dalam jangka waktu yang panjang, tetapi hal tersebut memang bisa sangat sulit untuk dilakukan.
Baca juga: 10 Perbedaan Pandangan Suami-Istri yang Rentan Menimbulkan Konflik Rumah Tangga
Menurut Williams, manusia punya kecenderungan merespons sesuatu yang bertentangan sebagai sebuah isyarat sosial untuk mengabaikan seseorang. Jadi, selama pasangan berada di pihak yang bertentangan, pelaku akan terus melakukan silent treatment dan tanpa sadar juga ikut terbenam dalam pasir isap. Bahkan, menurut Williams, perilaku ini bisa adiktif. Setiap kali ada masalah, silent treatment akan diterapkan pelaku sebagai jalan keluar.
Menghindari Silent Treatment
Wajar saja bila dalam kondisi marah, Anda jadi tidak ingin atau tidak bisa berbicara dengan pasangan saat bertengkar. Akan tetapi, agar terhindar dari dampak buruk akibat silent treatment, apa yang bisa dilakukan?
Williams menyarankan bahwa alih-alih mempraktikkan silent treatment, cobalah katakan, “Aku lagi nggak bisa berbicara denganmu sekarang. Kita dapat membicarakannya nanti.”
Ambil jeda waktu untuk menenangkan diri Anda dan kembalilah saat sudah siap untuk membahas masalah. Dan, tepati janji Anda untuk membicarakannya dengan pasangan Anda, ya, Ma dan Pa.
Baca juga:
8 Pemicu Pertengkaran Suami-Istri Setelah Punya Anak
Ini Yang Dipikirkan Anak-anak Saat Orang Tuanya Bertengkar
Hubungan Suami Istri Tak Lagi Mesra, Mengapa?
5 Permintaan Suami ke Istri yang Tak Pernah Terucap, Tapi Paling Diinginkan
Beda Pendapat dengan Suami dalam Mengasuh Anak, Atasi dengan 7 Hal Ini!
LTF
FOTO: FREEPIK
Topic
#duniamama #relationship