Hindari Mompetition, Cara Soraya Larasati Belajar Jadi Ibu Bahagia
Mompetition adalah istilah populer yang digunakan untuk menjelaskan ‘kompetisi’ tak kasat mata antarmama untuk menunjukkan siapa yang merupakan ibu lebih baik. Bahan jagoannya biasanya adalah perkembangan, prestasi, dan perilaku positif anak, juga romantisme pasangan, maupun kondisi kantong keluarga.
Mompetition ini membuat banyak mama merasa tertekan. Terlebih bila mereka tak mampu memenuhi ‘apa kata orang’. Sering kali, ini membuat mama merasa cemas, tidak aman, dan tidak bahagia. Dalam mompetition, mama biasanya mulai membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain, merasa sanksi terhadap dirinya dan merasa tidak mampu menjadi ibu yang baik. Ini dapat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan mental mama secara negatif.
Baca juga: 6 Penyebab Umum Stres yang Menimpa Mama
Aktris Soraya Larasati mengamini bahwa membandingkan diri sendiri dengan ibu lain bisa berdampak buruk bukan hanya untuk mama sendiri, melainkan juga untuk anak-anak dan suami. Ia menceritakan pengalamannya ketika masih menjadi ibu baru dan masih berproses.
“Orang-orang di sekelilingku jadi nggak nyaman. Suamiku jadi tertekan. Anakku jadi nggak happy,” ujarnya.
Sebab, ketika kita membandingkan diri kita sendiri dengan orang lain dan ingin tampak lebih baik, tanpa sadar kita juga akan memberi tekanan pada anak-anak dan suami. “Pokoknya jangan membandingkan diri kita dengan ‘tetangga’, deh,” imbuhnya.
Soraya menyampaikan prosesnya belajar menjadi ibu yang lebih bahagia kepada Parenting Indonesia. Apa saja pelajaran yang bisa kita ambil dari ibu dua anak ini selain menghindari mompetition?
1. Syukuri Apa yang Dimiliki
“Kalau aku, sih, bahagia itu ketika kita bisa bersyukur. Apa pun ketidaksempurnaannya, kita bisa terima. Memang kita boleh punya harapan target tinggi. Tapi kadang prosesnya tidak sesuai ego kita,” ujar Soraya. Menurutnya, penting untuk menerima hasil yang tidak sesuai target. “Yang penting kita sudah ikhtiar, sudah berusaha,” imbuhnya.
Baca juga: 5 Cara Bersyukur untuk Membangun Kebahagiaan
Anda bisa mencoba menulis gratitude list sebagai salah satu praktik rasa syukur dengan 17 Pertanyaan Panduan untuk Membuat Gratitude List (Bagian 1) 17 Pertanyaan Panduan untuk Membuat Gratitude List (Bagian 2)
2. Tidak Terlalu Banyak Menuntut
Soraya tak memungkiri bahwa sebagai seorang ibu dirinya tentu menginginkan pendidikan, karakter, dan perkembangan anak-anaknya sesuai harapan. “Kalau ego saya sebagai ibu adalah ‘aku tahu yang terbaik buat kamu’,” tuturnya. Akan tetapi, ia belajar bahwa terlalu banyak menuntut justru dapat berakibat buruk.
Baca juga: Bagaimana Menjadi Orang Tua yang Tidak Sok Tahu?
Ia mencontohkan anak pertamanya yang jadi kurang bisa bersosialisasi karena ia menyadari bahwa dirinya terlalu banyak memberi batasan atau aturan pada saat itu.
“Waktu pertama punya anak itu pressure. Namanya ibu muda, ada tuntutan dari mertua, ibu kita sendiri, terus lihat teman-teman yang lain,”ceritanya. Akan tetapi, membesarkan anak kedua, ia belajar untuk tidak terlalu banyak menuntut sehingga si anak bisa punya tingkat kepercayaan diri yang baik.
3. Biarkan Anak Berproses, Beri Kepercayaan
Soraya juga mencontohkan saat anak-anak harus sekolah online di awal pandemi di mana mereka masih banyak penyesuaian dengan sistem belajar yang baru. Di awal, Soraya mengaku stres lantaran anak belum kelihatan bertanggung jawab atas tugasnya sendiri.
Akan tetapi, begitu Soraya memberi penjalasan bahwa ini apa yang harus dilalui untuk anaknya tersebut adalah untuk dirinya sendiri dan bukan demi orang tuanya serta tidak menuntut, anak malah berubah sikap menjadi lebih bertanggung jawab. Bahkan, Soraya menyampaikan bahwa anaknya menjadi student of the mont.
“Biasanya orang nggak bisa bahagia karena terlalu banyak menuntut dan muluk-muluk,” pesan Soraya.
4. Mengerti Keinginan
Soraya mengatakan bahwa sering kali yang menjadi sumber ketidakbahagiaan seseorang adalah ia tidak mengerti keinginannya. “Terutama dulu sebelum aku berproses. Banyak nggak tahu, inginnya cuma seperti di film ini, buku ini, tapi kita nggak tahu prosesnya,” ujarnya.
Menurut Soraya, yang paling penting adalah kita jujur pada diri sendiri mengenai keinginan dan kekurangan kita. “Ya nggak terlalu high expectation. Kalau gagal, ya, namanya hidup, wajar,” tuturnya. Ia menambahkan, “Hidup kita tidak sesempurna (cerita) film atau buku-buku parenting.”
5. Tidak Terlalu Banyak Mendengarkan Orang Lain
Soraya menyarankan agar kita tidak terlalu banyak mendengarkan orang lain dan menggunakan prinsip dan nilai yang sudah dimiliki. “Kebahagiaan itu apakah harus sesuai dengan harapan dan contoh dari orang lain?” ujarnya.
6. Diskusi dengan Suami
Ketika ada masalah saat menjalankan peran sebagai ibu, Soraya menyarankan untuk mendiskusikannya dengan suami, alih-alih menceritakan ke orang luar. “Suami itu selain partner hidup, kan, sebetulnya bisa jadi sahabat, ya. Kalau ada masalah, kuncinya diskusi, cari solusi.”
Apalagi, menurut Soraya, suami adalah orang yang selalu bersama kita setiap hari dan melewati suka-duka bersama, sehingga kemungkinan besar akan lebih bisa membantu.
Baca juga: Suami, Tempat Curhat Ternyaman
Kalau menurut Mama bagaimana?
Baca juga:
7 Manajemen Stres untuk Mama
Dos and Don’ts Merespons Curhatan Konflik Rumah Tangga Teman
6 Perbedaan Mama dan Papa dalam Berkomunikasi
10 Perbedaan Pandangan Suami-Istri yang Rentan Menimbulkan Konflik Rumah Tangga
Tren Journaling, Ini 7 Jenis Jurnal yang Bermanfaat untuk Mama
LTF
FOTO: INSTAGRAM @sorayalarasat1
Topic
#duniamama #selfcare