Dua Cara Cegah Penularan Virus Japanese Enchepalitis
Sesuai namanya, virus penyebab penyakit japanese enchepalitis (JE) pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1871. Sejak itu, sebuah tinjauan literatur yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, ada hampir 68.000 kasus klinis JE di seluruh dunia setiap tahun, dimana sekitar 13.600 sampai 20.400 berujung kepada kematian.
Di Indonesia sendiri, sebanyak 85% kasus JE yang dilaporkan pada tahun 2016 terjadi di kelompok umur 15 tahun. Hal ini menyebabkan JE dianggap sebagai penyakit pada anak. Padahal, JE juga bisa berjangkit pada semua umur, terutama bila virus tersebut baru menginfeksi daerah baru, di mana penduduknya tidak mempunyai riwayat kekebalan sebelumnya.
Virus penyebabnya
JE adalah radang otak yang disebabkan flavivirus, yakni keluarga virus yang menyebar melalui vektor arthropoda (dalam hal ini nyamuk Culex Tritaeniorhynchus), virus yang juga menyebabkan demam berdarah.
Virus yang biasanya terdapat pada nyamuk, babi, dan atau burung rawa ini bisa menulari manusia, bila tergigit oleh nyamuk yang terinfeksi. Nyamuk golongan Culex ini aktif pada malam hari dan banyak ditemui di daerah persawahan dan irigasi.
Di sebagian besar daerah Asia, epidemi JE terjadi dan ditularkan selama musim hangat. Sedangkan di daerah tropis dan subtropis, penularan dapat terjadi sepanjang tahun dan akan meningkat selama musim hujan dan masa pra-panen di daerah budidaya padi.
Pada tahun 2016 saja, Departemen Kesehatan (depkes.go.id) melaporkan ada sekitar 326 kasus JEdi Indonesia, di mana 226 pasiennya berdomisili di Provinsi Bali. Fakta ini tidak mengherankan mengingat provinsi tersebut memang banyak memiliki area persawahan dan irigasi.
Tanda dan gejala
Gejalanya sebagian besar ringan, atau bahkan ada yang tidak memiliki gejala sama sekali. Namun, 1 dari 250 kasus infeksi bisa menyebabkan penyakit parah yang berkaitan dengan peradangan pada otak (encephalitis).
Gejala baru muncul sekitar 5-15 hari setelah gigitan nyamuk yang terinfeksi, seperti demam, menggigil, sakit kepala, tubuh lemah, mual, dan muntah. Sedangkan gejala yang berat (1 dari 200 kasus), berupa demam tinggi mendadak, sakit kepala, kaku pada tengkuk, disorientasi (kekacauan sistem tubuh), koma (penurunan kesadaran), kejang, tubuh kaku, dan fatalitas yang berujung kematian (terjadi pada 20-30% kasus encephalitis). Gejala kejang lebih sering terjadi pada pasien anak-anak. Sedangkan gejala sakit kepala dan kaku pada tengkuk terjadi pada pasien dewasa.
Keluhan-keluhan tersebut biasanya membaik setelah fase penyakit akut terlampaui.Tetapi pada 20-30% pasien, gangguan saraf kognitif dan psikiatri dilaporkan menetap. Dari mereka yang bertahan, 20% -30% menderita masalah intelektual, perilaku atau neurologis permanen seperti kelumpuhan, kejang berulang, dan tidak mampu bicara.
Belum ada obatnya
Hingga kini WHO menyatakan bahwa belum ada obat yang dapat menanggulangi penyakit yang disebabkan oleh virus JE. Sehingga, tatalaksana pengobatan hanyalah berfokus untuk menghilangkan tanda klinis yang parah dan membantu pasien mengatasi infeksi, berdasarkan gejala yang diderita pasien.
Selain itu pasien disarankan untuk mencukupi kebutuhan istirahatnya, memenuhi kebutuhan cairan harian, diberi obat penurun demam dan anti kejang, obat pengurang nyeri, serta nutrisi tambahan. Rawat inap merupakan solusi terbaik bagi pasien JE supaya dapat diobservasi ketat, sehingga apabila timbul gejala gangguan saraf atau komplikasi lain, bisa segera ditangani yang tepat.
Pencegahan
- Menghindari gigitan nyamuk. Anda bisa menggunakan lotion/spray anti-nyamuk, pakaian yang menutupi tubuh bila beraktivitas di luar rumah, kelambu/air conditioner saat tidur, dan sebisa mungkin menghindari kegiatan di malam hari di alam terbuka seperti di area pertanian di mana banyak terdapat nyamuk Culex.
- Melakukan vaksinasi. Vaksin JE dapat diberikan mulai usia 2 bulan hingga dewasa, bergantung pada produk yang dipakai, dan diberikan dua kali selang sebulan (minimal 28 hari). Vaksin booster bisa diberikan kepada orang dewasa (>17th) minimal setahun setelah 2 dosis vaksin tersebut.
Pada September 2017, Kementerian Kesehatan RI mulai mengkampanyekan imunisasi JE di 9 kabupaten/kota di Bali, dengan sasaran sebanyak 897.050 anak usia 9 bulan sampai dengan kurang dari 15 tahun.
Dibaca Juga:
Cegah Penularan Virus Japanese Enchepalitus Lewat Vaksin