Beli Barang Secondhand? Cermati 5 Hal Ini
Bayi dan anak memang cepat sekali tumbuh besar. Sebentar saja, perlengkapan mereka yang lama sudah tidak bisa dipakai lagi, terutama pakaian dan sepatu. Entah karena telah kekecilan, lusuh, tidak lagi menunjang maupun sesuai dengan tahapan tumbuh kembang mereka, atau hanya sekadar modelnya sudah kuno dan tidak mengikuti tren. Padahal, setiap mama dan papa paham benar, harga perlengkapan bayi dan anak yang dijual di toko – bahkan pakaian dan sepatu mereka – tidaklah murah, dan tidak jarang, menyita bujet cukup besar. Apalagi, jika barang-barang itu termasuk bermerek terkenal atau branded, dan dilengkapi dengan keterangan terbuat dari bahan ramah lingkungan, organik atau alami, serta tidak berbahaya bagi si kecil.
Inginnya, sih, kita selalu memberikan yang terbaik untuk mereka, bahkan kalau bisa, untuk putri kecil kita, juga stylish, dan mengikuti tren. Namun, biaya hidup yang semakin tinggi, sering kali tak memungkinkan kita melakukan itu. Oke, tak perlu yang bermerek terkenal, tetapi tak mungkin, kan, tidak membeli yang baru sama sekali, terutama pakaian dan sepatu. Kalau begitu, mungkin membeli produk pre-loved atau second hand bisa menjadi pilihan untuk menghemat, terutama jika harga memang menjadi concern Anda. Kebutuhan si kecil tetap terpenuhi, bahkan ia tetap bisa tampil stylish mengikuti tren, tanpa Anda harus mengorbankan pos pengeluaran yang lain, atau membeli produk palsu.
Baca juga: Lima Tip Belanja Hemat Saat Diskon
Markhamah Dwi Ayomi, mama dari Arlanda yang tahun ini berusia 2 tahun, misalnya. Ayomi, yang berasal dari Bandung, Jawa Barat, saat ini tinggal di Swedia. Dalam blog-nya, My Journey (mdayomi.com), ia mengakui bahwa tinggal di perantauan dengan biaya hidup yang sangat tinggi membuatnya harus pintar mengurus keuangan. “Jujur saja, Swedia ini termasuk salah satu negara di Eropa dengan biaya hidup dan pajak yang sangat tinggi. Jadi, bagaimana caranya supaya keuangan yang saya atur ini tetap aman, yaitu dengan berbelanja di secondhand market, baik di toko nyata, bazar ataupun di toko online,” tulisnya. “Ternyata, orang-orang Swedia cukup menggemari barang-barang secondhand.”
Bagaimana dengan di negara kita? Tak jauh berbeda, kok. Orang-orang Indonesia yang menggemari barang secondhand saat ini pun cukup banyak. Menjamurnya “toko” barang pre-loved di dunia maya turut mendongkrak reputasi barang secondhand. Kalau dulu yang umum diperjualbelikan terbatas hanya di dunia otomotif, properti, atau gadget, kini jual-beli barang secondhand telah berkembang dan merambah ke dunia fashion maupun dunia perlengkapan bayi dan anak. Meski berstatus ‘bekas’, sebuah barang, terutama yang bermerek premium, tetap memiliki nilai tinggi selama dirawat dan dikemas dengan baik.
Awalnya mungkin Anda pun seperti Ayomi, yang ragu membeli barang secondhand. “Saya pikir, itu, kan, bekas orang lain! Tetapi sekarang setelah melihat kehidupan di sini dan loppis (sebutan untuk bazar secondhand atau garage sale) sering muncul di mana-mana, saya jadi mengerti dan mulai menyukai cara seperti ini, hehehe…,” tulis Ayomi, yang kebanyakan membeli barang secondhand berupa peralatan dapur dan beberapa perlengkapan bayi. “Pelengkapan bayi, terutama pakaian, di sini mahal-mahal, tidak ada yang jual lusinan atau grosiran, tetapi tidak semua pakaian bayi saya beli dari secondhand, crib dan car seat juga saya beli dari secondhand.”
Membeli barang pre-loved secara online tentu saja menjadi pilihan banyak orang karena produk-produk yang ditawarkan di dunia maya jauh lebih beragam, dan praktis. Kita tidak perlu pergi jauh-jauh, cukup menggerakkan jari-jari kita di papan ketik laptop, desktop, atau smartphone, untuk melakukan pembelian, dan beberapa hari kemudian (bisa sampai sebulan, jika membeli dari toko online di luar negeri) barang-barang incaran kita pun sudah sampai di tangan kita.
Selain itu, menurut Ayomi, “Ternyata barang-barang yang dijual di secondhand online shop belum tentu semua bekas, lho! Banyak barang baru juga, misalkan pakaian atau sepatu yang masih ada price tag-nya.” Biasanya, barang-barang yang seperti itu dijual orang karena merupakan hadiah yang tidak terpakai, atau sudah telanjur dibeli dan tidak bisa dikembalikan, sementara di rumah sudah tidak ada lagi ruang untuk tempat penyimpanannya. “Beruntung sekali kalau dapat barang baru dan branded, tetapi dengan harga yang miring,” tambah Ayomi lagi.
Meski begitu, seperti halnya membeli barang apa pun secara offline, membeli barang pre-loved di toko online pun sebaiknya tidak terbawa nafsu. “Belanja via online harus pintar dalam membeli!” saran Ayomi. Jangan terlalu cepat mengambil keputusan membeli suatu barang, tanpa pertimbangan yang matang maupun “penyelidikan” atau “penelitian” sebelumnya. Bukan bermaksud menyinggung pihak mana pun, tetapi banyak, lho, penipuan yang berkedok toko online, meski banyak pula yang tepercaya, jujur dalam melakukan penjualan, dan keaslian produknya pun akurat. Jangan sampai Anda sudah mengeluarkan uang yang cukup besar untuk membeli suatu barang pre-loved, namun kecewa karena barang itu ternyata tidak sesuai dengan apa yang di iklankan. Untuk itu, simak poin-poin di halaman berikut sebelum bertransaksi!
Baca juga: Terhasut Teman Belanja
Inginnya, sih, kita selalu memberikan yang terbaik untuk mereka, bahkan kalau bisa, untuk putri kecil kita, juga stylish, dan mengikuti tren. Namun, biaya hidup yang semakin tinggi, sering kali tak memungkinkan kita melakukan itu. Oke, tak perlu yang bermerek terkenal, tetapi tak mungkin, kan, tidak membeli yang baru sama sekali, terutama pakaian dan sepatu. Kalau begitu, mungkin membeli produk pre-loved atau second hand bisa menjadi pilihan untuk menghemat, terutama jika harga memang menjadi concern Anda. Kebutuhan si kecil tetap terpenuhi, bahkan ia tetap bisa tampil stylish mengikuti tren, tanpa Anda harus mengorbankan pos pengeluaran yang lain, atau membeli produk palsu.
Baca juga: Lima Tip Belanja Hemat Saat Diskon
Markhamah Dwi Ayomi, mama dari Arlanda yang tahun ini berusia 2 tahun, misalnya. Ayomi, yang berasal dari Bandung, Jawa Barat, saat ini tinggal di Swedia. Dalam blog-nya, My Journey (mdayomi.com), ia mengakui bahwa tinggal di perantauan dengan biaya hidup yang sangat tinggi membuatnya harus pintar mengurus keuangan. “Jujur saja, Swedia ini termasuk salah satu negara di Eropa dengan biaya hidup dan pajak yang sangat tinggi. Jadi, bagaimana caranya supaya keuangan yang saya atur ini tetap aman, yaitu dengan berbelanja di secondhand market, baik di toko nyata, bazar ataupun di toko online,” tulisnya. “Ternyata, orang-orang Swedia cukup menggemari barang-barang secondhand.”
Bagaimana dengan di negara kita? Tak jauh berbeda, kok. Orang-orang Indonesia yang menggemari barang secondhand saat ini pun cukup banyak. Menjamurnya “toko” barang pre-loved di dunia maya turut mendongkrak reputasi barang secondhand. Kalau dulu yang umum diperjualbelikan terbatas hanya di dunia otomotif, properti, atau gadget, kini jual-beli barang secondhand telah berkembang dan merambah ke dunia fashion maupun dunia perlengkapan bayi dan anak. Meski berstatus ‘bekas’, sebuah barang, terutama yang bermerek premium, tetap memiliki nilai tinggi selama dirawat dan dikemas dengan baik.
Awalnya mungkin Anda pun seperti Ayomi, yang ragu membeli barang secondhand. “Saya pikir, itu, kan, bekas orang lain! Tetapi sekarang setelah melihat kehidupan di sini dan loppis (sebutan untuk bazar secondhand atau garage sale) sering muncul di mana-mana, saya jadi mengerti dan mulai menyukai cara seperti ini, hehehe…,” tulis Ayomi, yang kebanyakan membeli barang secondhand berupa peralatan dapur dan beberapa perlengkapan bayi. “Pelengkapan bayi, terutama pakaian, di sini mahal-mahal, tidak ada yang jual lusinan atau grosiran, tetapi tidak semua pakaian bayi saya beli dari secondhand, crib dan car seat juga saya beli dari secondhand.”
Membeli barang pre-loved secara online tentu saja menjadi pilihan banyak orang karena produk-produk yang ditawarkan di dunia maya jauh lebih beragam, dan praktis. Kita tidak perlu pergi jauh-jauh, cukup menggerakkan jari-jari kita di papan ketik laptop, desktop, atau smartphone, untuk melakukan pembelian, dan beberapa hari kemudian (bisa sampai sebulan, jika membeli dari toko online di luar negeri) barang-barang incaran kita pun sudah sampai di tangan kita.
Selain itu, menurut Ayomi, “Ternyata barang-barang yang dijual di secondhand online shop belum tentu semua bekas, lho! Banyak barang baru juga, misalkan pakaian atau sepatu yang masih ada price tag-nya.” Biasanya, barang-barang yang seperti itu dijual orang karena merupakan hadiah yang tidak terpakai, atau sudah telanjur dibeli dan tidak bisa dikembalikan, sementara di rumah sudah tidak ada lagi ruang untuk tempat penyimpanannya. “Beruntung sekali kalau dapat barang baru dan branded, tetapi dengan harga yang miring,” tambah Ayomi lagi.
Meski begitu, seperti halnya membeli barang apa pun secara offline, membeli barang pre-loved di toko online pun sebaiknya tidak terbawa nafsu. “Belanja via online harus pintar dalam membeli!” saran Ayomi. Jangan terlalu cepat mengambil keputusan membeli suatu barang, tanpa pertimbangan yang matang maupun “penyelidikan” atau “penelitian” sebelumnya. Bukan bermaksud menyinggung pihak mana pun, tetapi banyak, lho, penipuan yang berkedok toko online, meski banyak pula yang tepercaya, jujur dalam melakukan penjualan, dan keaslian produknya pun akurat. Jangan sampai Anda sudah mengeluarkan uang yang cukup besar untuk membeli suatu barang pre-loved, namun kecewa karena barang itu ternyata tidak sesuai dengan apa yang di iklankan. Untuk itu, simak poin-poin di halaman berikut sebelum bertransaksi!
Baca juga: Terhasut Teman Belanja